Sabtu, 06 Oktober 2012

PERCOBAAN ANALGETIK

PERCOBAAN ANALGETIK

I.     TUJUAN PERCOBAAN

    Mengetahui efek dan cara kerja dari asam cuka sebagai zat penimbul rasa nyeri.
    Mengetahui dan memahami efek dari golongan AINS (Metampiron) sebagai penghilang rasa sakit.
    Mengetahui dan memahami efek dari obat golongan narkotik sebagai penghilang rasa sakit

II.    PRINSIP PERCOBAAN

        Metampiron dan Morpin sulfat adalah obat yang dapat menghilangkan rasa sakit yang diakibatkan oleh asam cuka, ditandai dengan berkembangnya atau hilangnya jumlah yang dialami oleh mencit.
III.    TEORI
A.    Defenisi
    Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yg mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
    Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi, dan sering memudahkan diagnosis,pasien merasakannya sebagai hal yg tak mengenakkan. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas ransangan terendah saat seseorang merasakan nyeri. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45O C.
    Nyeri timbul jika adanya rangsangan mekanik, kimiawi atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yg disebut senyawa nyeri (mediator nyeri) antara lain histamin, bradikin, leukotrien dan prostagladin.
Semua mediator nyeri itu  merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalaui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dgn sangat banyak sinaps via sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus implus kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana implus dirasakan sebagai nyeri.
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam 2 kelompok besar, yakni :
a.     Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak brsifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Contoh : Metampiron, asetosal
b.     Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada kanker dan menimbulkan ketergantungan.

B.    Gol Obat
    Luminal Natrium (Phenobarbitalium Natricum) = C12H11N2NaO3
    BM Luminal Natricum = 254,22
    Pemerian hablur berlapis atau hablur berbentuk granul, putih atau serbuk putih; higroskopik; tidak berbau; rasa pahit. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalein dan terurai bila dibiarkan
    Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter dan dalam kloroform.

AUTISME

AUTISME

A.    DEFINISI
Autisme berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri. Penyandang Autisme akan terlihat seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1943. Dia mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan bahasa yang ditunjukan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, membalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan streotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya .
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal .Dawson mengungkap bahwa Autisme merupakan gangguan perkembangan yang parah yang meliputi ketidakmampuan dalam membangun hubungan sosial, ketidaknrmalan dalam berkomunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang-ulang, dan stereotip .
Dari beragam definisi tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa autisme merupakan gangguan perkembangan yang khususnya terjadi pada masa kanak-kanak yang membuat anak tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.

B.    SEBAB-SEBAB
Peningkatan kasus autisme selain karena faktor kondisi rahim seperti terkena virus toksoplasmsis, sitomegalovirus, rubella atau herpes, dan faktor herediter, juga diduga karena pengaruh zat beracun seperti timah hitam (Pb) dari polusi asap pabrik dan knalpot kendaraan, serta kadium (Cd) dari batu baterai . Logam-logam ini menumpuk pada tubuh orang dewasa dan tersalurkan ke bayi melalui ASI. Autisme juga dapat disebabkan oleh antibodi ibu terhadap antigen leukosit anak mereka yang autisme sehingga dapat secara langsung merusak jaringan saraf otak janin.
Widyawati mengemukakan beberapa teori tentang penyebab autisme, yaitu sebagai berikut:


1.    Teori Biologis
Gangguan autisme diyakini sebagai sindrom perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Hal ini diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan mesolimbic. Namun, dari penelitian terakhir ditemukan adanya keterlibatan dari serebelum. Berbagai kondisi biologis yang menjadi penyebab autisme yaitu:
a.    Faktor Genetik; Hasil penelitian terhadap keluarga dan anak kembar menunjukan adanya faktor genetik yang berperan dalam autisme. Pada penelitian terhadap keluarga ditemukan 2,5 – 3 % autisme pada saudara kandung, yang berarti 50 – 100 kali lebih tinggi dibanding populasi normal. Ditemukan juga adanya hubungan antara autisme dengan sindrom fragile-X, yaitu suatu keadaan abnormal dari kromosom X. Diduga, 0 – 20 % sindrom fragile-X pada autisme.
b.    Faktor Pranatal; Hal yang paling sering ditemukan adalah adanya pendarahan setelah trimester pertama dan adanya kotoran janin pada cairan amnion, yang merupakan tanda fetal distress. Penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu, adanya komplikasi waktu bersalin, gangguan pernapasan, dan anemia pada janin, juga diduga ada hubungan dengan autisme.
c.    Model Neuroanatomi; ada beberapa daerah diotak anak penyandang autisme yang diduga mengalami disfungsi. Ditemukan adanya kesamaan perilaku autistik dan perilaku abnormal pada orang dewasa yang diketahui mempunyai lesi di otak.

Gambaran struktur otak anak penyandang autisme adalah sebagai berikut:

Dijelaskan oleh Hass dkk. dan Courchesne, pada otak anak autisme ditemukan adanya penurunan jumlah sel Purkinje pada hemisfer sebelum dan vermi. Courchesne dkk. kemudian mengemukakan pendapat bahwa pada saat lahir, bayi autistik memiliki ukuran otak yang normal. Namun setelah mencapai usia dua atau tiga tahun, ukuran otak mereka membesar melebihi normal, terutama pada lobus frontalis dan otak kecil, yang disebabkan oleh pertumbuhan white matter dan gray matter yang berlebihan. Sementara sel saraf yang ada lebih sedikit dibandingkan pada otak normal dan kekuatannya juga lebih lemah. Kondisi inilah yang tampaknya berkaitan dengan gangguan pada perkembangan kognitif, bahasa, emosi dan interaksi sosial.
d.    Hipotesis Neurokemistri; Pada tahun 1961, para peneliti menemukan adanya kenaikan kadar serotonin di dalam darah pada sepertiga anak autisme.
2.    Teori Psikososial
Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisme, yaitu orang tua yang emosional, kaku, dan obsesif, yang mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfer yang secara emosional kurang hangat, bahkan dingin. Pendapat lain mengemukakan bahwa adanya trauma pada anak disebabkan kekerasan yang tidak disadari oleh ibu, yang sebenarnya tidak menghendaki anak ini. Hal ini mengakibatkan gejala penarikan diri pada anak autisme.
3.    Teori Spiritual
Penyebab autisme berdasarkan Teori Spiritual diungkap oleh Larson (1992) dan beberapa pakar lainnya dalam berbagai penelitian yang berjudul Religious Commitment and Health, menyimpulkan bahwa di dalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks ini dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai suatu kekuatan (spiritual power) jangan diabaikan begitu saja.Agama dapat berperan sebagai pelindung lebih dari pada sebagai penyebab masalah. Misalnya saja, pergaulan yang terlalu bebas antara laki – laki dan perempuan bisa menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki. Apabila hal ini terjadi, anak yang dikandung biasanya akan digugurkan untuk menjaga nama baik. Pengguguran kandungan dapat dilakukan dengan obat – obatan atau pengobatan alternatif lainnya. Apabila penggugguran kandungan ini gagal, akan berdampak pada mental dan fisik si anak. Anak dapat lahir dengan gangguan mental dan fisik yang parah, misalnya mengalami autisme atau cacat penglihatan, dan dampak buruk lainnya. Untuk itu, agama sebagai dasar spiritual perlu dijadikan pedoman yang kuat dalam bertindak dan berperilaku.


C.    PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN
1.    Perspektif Psikoanalisis
Teori awal yang menjelaskan autisme dari sudut pandang psikologis adalah teori Refrigerator Mother. Teori ini dikembangkan oleh Bruno Bettelheim, yang berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh pengasuhan ibu yang tidak hangat, sehingga anak-anak autistik cenderung menarik diri dan bersibuk diri dengan dunianya. Menurut Margareth Mahler anak-anak autistik mengalami kerusakan yang parah pada egonya karena sejak lahir tidak mampu dan tidak tertarik menjadikan ibu atau orang-orang lain sebagai patner dalam melakukan eksplorasi terhadap dunia luar dan dunia dalamnya. Mereka juga mengalami regresi ke arah tahap kehidupan yang paling primitif serta menutup diri dari kehidupan yang menuntut respon-respon emosional dan sosial .
2.    Perspektif Kognitif
Salah satu teori psikologi mengenai autisme yang paling terkenal dan bertahan sampai saat ini adalah Theory of Mind (ToM) yang dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen, Alan Leslie, dan Uta Frith. Berdasarkan pengamatan terhadap anak-anak autistik, mereka menetapkan hipotesis  bahwa tiga kelompok gangguan tingkah laku yang tampak pada mereka (interaksi sosial, komunikasi, dan imajinasi) disebabkan oleh kerusakan pada kemampuan dasar manusia untuk “membaca pikiran”. Anak-anak autistik memiliki kesulitan untuk mengetahui pikiran dan perasaan orang lain yang berakibat  mereka tidak mampu memprediksi tingkah laku orang tersebut .
3.    Perspektif Kognitif-Behavioral
Psikolog O. Ivar Lovaas dkk. menawarkan autisme dari pandangan kognitif-behavioral. Mereka menyatakan bahwa anak-anak autisme memiliki defisit perseptual sehingga mereka hanya dapat memproses satu stimulus saja pada waktu tertentu. Akibatnya, mereka lambat belajar secara classical conditining atau asosiasi terhadap stimuli.
4.    Perspektif Behavioral
Berdasarkan perspektif behavioral, anak-anak menjadi terikat dengan pengasuh utama mereka karena diasosiasikan dengan reinforcer primer seperti makanan dan pelukan. Anak-anak autisme memperhatikan makanan atau pelukan, tetapi tidak menghubungkannya dengan orang tua. Hal ini dapat disebabkan oleh sikap orang tua yang mengambil jarak karena hubungan mereka dengan anak berkali-kali gagal.
5.    Perspektif Humanistik
Abnormalitas dilihat sebagai kegagalan untuk mengembangkan humanitas seseorang secara penuh atau lengkap sebagai adanya blocking atau distorsi kecenderungan-kecenderungan terhadap pertumbuhan dan kepuasan .
6.    Perspektif Psikologi Islami
Dalam perpektif Psikologi Islami, dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh orang tua akan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap anaknya. Misalnya, orang tua yang makan banyak obat-obatan dan minum minuman keras dapat menghasilkan anak yang cacat. Cacat ini bisa dalam bentuk fisik seperti perkembangan tubuhnya kurang sempurna, atau bisa juga mental seperti autisme .
 
D.    GEJALA
Tokoh yang sering disebut sebagai peneliti awal mengenai autisme adalah Leo Kanner yang mempublikasikan makalah pertamanya pada tahun 1943 di Amerika Berdasarkan pengamatannya terhadap 11 anak autistik, Kanner menemukan beberapa ciri umum, yaitu: extreme autistic aloneness, keinginan yang obsesif untuk mempertahankan kesamaan, kemampuan menghafal yang luar biasa, dan terbatasnya jenis aktivitas yang dilakukan secara spontan. Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu pada tahun 1944, Hans Asperger mempublikasikan hasil penelitiannya tentang ‘autistic psychopathy’ di Wina .Ia melakukan studi kasus terhadap empat anak yang menunjukkan kesulitan dalam interaksi sosial dan hanya memperlihatkan ekspresi wajah yang terbatas. Ternyata deskripsinya ini mirip dengan yang dikemukakan oleh Kanner dan keduanya juga menggunakan istilah autistic untuk menekankan pada masalah utama anak-anak tersebut, yaitu kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan dalam reaksi afektif, minat yang sempit, dan keterbatasan penggunaan bahasa secara sosial.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun .
1.    Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa (Babling).
2.    Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3.    Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4.    Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5.    Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
1.    Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan.
2.    Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan.
3.    Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan.
4.    Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan.
5.    Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu.
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme .
Seorang anak autisme dapat dilihat perilakunya berdasarkan gambar sebagai berikut:












Gambar diatas menggambarkan perilaku yang dimunculkan anak autis pada umumnya. Pada awal tahun 1970, penelitian tentang ciri – ciri anak autisme berhasil menentukan kriteria diagnosis yang selanjutnya digunakan dalam DSM-III. Gangguan autistik digambarkan sebagai gangguan perkembangan dengan tiga ciri utama, yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan pada komunikasi, dan keterbatasan minat serta kemampuan imajinasi.
Kriteria diagnosis untuk autisme dijelaskan lebih lanjut dalam DSM-IV TR yang secara singkat disebutkan sebagai berikut:
1.    Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik:
a.    Gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, dan posisi tubuh;
b.    Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangan;
c.    Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau prestasi dengan orang lain; dan
d.    Kurang mampu melakukan hubungan sosial atau emosional timbal balik.
2.    Gangguan kualitatif dalam komunikasi:
a.    Keterlambatan perkembangan bahasa atau tidak bicara sama sekali;
b.    Pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan pada kemampuan memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain;
c.    Penggunaan bahasa yang stereotip, repetitif atau sulit dimengerti; dan
d.    Kurangnya kemampuan bermain pura-pura.
3.    Pola-pola repetitif dan stereotip yang kaku pada tingkah laku, minat dan aktivitas:
a.    Preokupasi pada satu pola minat atau lebih;
b.    Infleksibilitas pada rutinitas atau ritual yang spesifik dan non fungsional;
c.    Gerakan motor yang stereotip dan repetitif; dan
d.    Preokupasi yang menetap pada bagian-bagian obyek.
Seorang anak dapat didiagnosis memiliki gangguan autistik bila simtom – simtom di atas telah tampak sebelum anak mencapai usia 36 bulan.


E.    ONSET
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Secara umum, gejala autisme akan tampak semakin jelas saat anak memasuki usia 3 tahun.
Ada sebagian anak, tanda dan gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya bisa melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai 1 tahun .Yang sangat menonjol adalah tidak adanya bahasa atau sangat kurangnya tatap mata. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain.

F.    PREVALENSI
Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 1980, bayi-bayi yang lahir di California, Amerika Serikat, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis
Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD.
Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti . Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia . Di Indonesia, belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak (Harian Kompas, 2000). Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat .


G.    TERAPI
Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif bagi anak penderita autisme, maka jawabannya sangat kompleks, bahkan para orang tua dari anak-anak dengan autisme pun merasa bingung ketika dihadapkan dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang ditawarkan bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku .
Dalam salah satu jurnal disebutkan bahwa saudara sekandung memberikan pengaruh dalam pemberian terapi bagi anak autis. Peran saudara sekandung dari anak autis akan menunjang keberhasilan terapi bagi saudara autisnya, apabila mereka berperan secara aktif dan berkesinambungan dalam memberikan terapi bagi saudara autis mereka. Peran saudara sekandung dalam membantu anak autis menguasai keterampilan-keterampilan tertentu tidak hanya pada saat pemberian terapi di rumah, namun lebih besar apabila dilakukan di dalam kegiatan sehari-hari ketika mereka saling berinteraksi .
Jurnal lainnya menyebutkan bahwa art therapy juga dapat berperan dalam terapi untuk anak autisme. Penggunaan ekspresi nonverbal melalui pengalaman dalam seni membuat mereka mengekspresikan gambar mewakili pengalaman mereka. Anak-anak menciptakan karya seni karena berakar pada kebutuhan untuk berhubungan dengan dunia mereka. Art therapy ini membantu mereka meningkatkan kesadaran mereka. Seni untuk anak-anak akan selalu membuktikan untuk menjadi proses evolusi yang mengarah ke tahap berikutnya. Art Therapy untuk anak autistik dapat menjadi suatu kegiatan yang penting berbasis intervensi untuk mendorong pertumbuhan mereka.
Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat .
Keberhasilan dalam melakukan terapi pada anak autis tentu saja dipengaruhi oleh banyak hal. Beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan terapi meliputi berat ringannya gejala, usia, kecerdasan, kemampuan berbicara dan berbahasa, dan terapi yang intensif dan terpadu. Beberapa terapi yang harus dijalankan secara terpadu mencakup terapi medikamentosa, terapi wicara, terapi okupasi, terapi perilaku dan pendidikan khusus. Terapi formal dilakukan antara 4-8 jam sehari. Seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi dengan anak sejak anak bangun tidur pagi hingga mau tidur malam (Budhiman, 1998; dalam Ambarini, 2006). Dawson dan Osterling (1997, dalam Ambarini, 2006) mengidentifikasikan 6 faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi pada anak autis, yaitu: isi kurikulum, lingkungan pengajaran yang sangat mendukung, dampak pada rutinitas, yaitu bagaimana pengaruh terapi yang dilakukan terhadap kegiatan yang dilakukan sehari-hari, pendekatan fungsional pada perilaku yang bermasalah dan keterlibatan orang tua dalam terapi.
Berdasarkan sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi tersebut, faktor peran keluarga sangatlah berpengaruh. Pemilihan terapi yang dianggap tepat ditunjang dengan terapis yang terlatih, tidak membuat peran keluarga berkurang dalam mendorong keberhasilan terapi yang dilakukan. Usaha dari orang tua dan keluarga untuk terus menerus melakukan pendampingan pada anak sangat diperlukan, sehingga mereka terlibat secara langsung dalam proses terapi anak. Orang tua sangat menentukan perkembangan anak dalam setiap aspek. Pengasuhan sehari-hari sangat memegang peranan penting pada perkembangan anak autis.

DIURETIK

DIURETIK
PENGERTIAN DIURETIK
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah (Halimudin, 2007).
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal (Ahmad, 2009).
Pengaruh diuretik terhadap sekresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik (Ahmad, 2009).

MEKANISME KERJA DIURETIK
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretikini. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diure- tik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan reseptor (Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar , 2008).
Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:
1. Tubuli proksimal.
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secera aktif untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi belangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhap plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan natrium (Sunardi, 2009).
2. Lengkungan Henle.
Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+diperbanyak (Sunardi, 2009).
3. Tubuli distal.
Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebi cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan mengekskresi Na+ dan retensi K+ (Sunardi, 2009).
4. Saluran Pengumpul.
Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini (Sunardi, 2009).



Berdasarkan cara bekerja Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1. Diuretik osmotic
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic (Katzung, 1998). Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli (Aidan, 2008).
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
c. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain(Aidan, 2008).
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah diuretik osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid (Aidan, 2008).
Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaucoma (Aidan, 2008).
beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:
1. Menurunkan Viskositas darah dengan mengurangi haematokrit, yang penting untuk mengurangi tahanan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak, yang diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat (menit).
2. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam jaringan otak yang mengalami injuri, manitol menurunkan kandungan air pada bagian otak yang yang tidak mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian otak yang injuri untuk pembengkakan (membesar).
3. Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif dari pada infuse lambat dalam menurunkan Peningkatan Tekanan intra cranial.
4. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan gagal ginjal. ini dikarenakan efek osmolalitas yang segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.
5. Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid) mengalami efek yang sinergis dalam menurunkan PTIK. Respon paling baik akan terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status volume cairan dan elektrolit selama terapi Diuretik(Aidan, 2008).

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara berselang-seling. Asetozolamidditurunkan r sulfanilamid. Efek diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid(Aidan, 2008).

3. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Aidan, 2008).

4. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida).
Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya untuk menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya adalah spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agal lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal(Aidan, 2008).

5. Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida.
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid (Aidan, 2008).

PENGOBATAN DIURETIK DALAM BIDANG NEFROLOGI
1 Diuretik Pada Hipertensi
Penggunaan diuretik untuk hipertensi pada mulanya dilakukan sebagai pengobatan langkah pertama dengan cara stepped-care. Dapat digunakan segagai obat tunggal atau di- kombinasi dengan anti hipertensi lain. Penambahan diuretik pada obat lain diharapkan dapat menghasilkan efek yang optimal. Perubahan hemodinamik akibat efek antihipertensi dari diuretik sebagai berikut. Akibat hambatan reabsorbsi natrium dan klorida, volume plasma dan cairan ekstrasel akan berkurang. Akibatnya curah jantung akan menurun. Pada pemakaian jangka lama, volume plasma akan kembali menuju normal dan bersamaan dengan ini resistensi perifer akan turun. Penurunan resistensi ini dikatakan oleh karena turunnya kadar natrium dan berkurangnya air dari dinding pembuluh darah dan juga disebabkan oleh berkurangnya kalsium intrasel (Dipiro, 1997)

2 Diuretik Pada Sindrom Nefrotik
Terjadinya edema pada sindrom nefrotik akibat adanya retensi natrium dan air serta adanya hipoalbuminemia. Penggunaan diuretik pada sindrom nefrotik bukan sebagai terapi kausal. Diuretik baru diberikan bila dengan penguranga asupan garam dan air tidak mengurangi edema yang ada. Diuretik yang sering digunakan adalah jenis diuretik loop. Tetapi dapat juga diberikan golongan penghambat reabsorbsi natrium di tubulus distal (Dipiro, 1997)



3 Diuretik Pada Gagal Ginjal
Gagal Ginjal Akut
Dalam percobaan binatang, dikatakan, diuretik dapat memperbaiki aliran urin, laju filtrasi glomeruler dan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus. Keadaan ini disebabkan oleh efek vasodilatasi dari manitol, furosemid dan asam etakrinik. Efek vasodilatasi ini dikatakan melalui peningkatan produksi prostaglandin. dalam ginjal. Disamping itu, manitol dapat mengurangi pembengkakan sel tubulus ginjal. Aliran urin yang lebih cepat akibat pemberian diuretik akan mengurangi obstruksi tubulus dari sel-sel yang rusak. Pada manusia, efek diuretik tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan. Masih banyak pertentangan pendapat akan efek diuretik ini. Ada yang mengatakan dapat memperpendek masa oliguria, mengurangi kemungkinan untuk dialisis, namun angka kematian masih tetap tinggi. Walaupun demikian, diuretik mempunyai tempat untuk dipakai pada pasien dengan gagal ginjal akut dengan tujuan untuk meningkatkan diuresis. Kita harus membedakan apakah keadaan gagal ginjal akut di- sebabkan kekurangan cairan (prerenal) atau tidak ada kekurangan cairan. Disamping itu, kita harus mempertimbangkan efek toksik dari diuretik sendiri. Misalnya efek ototoksik dari furosemid. Diuretik sebagai penyebab dari gagal ginjal akut (nefritis tubulo- intersisiil akut). Bila tidak terdapat kekurangan cairan, furosemid dapat diberikan secara bertahap 80 – 320 mg/i.v. atau manitol 12,5 – 25 gram/i.v (Dipiro, 1997)

Gagal Ginjal Kronik
Pada keadaan ini efek diuresis akn berkurang bila laju filtrasi glomerulus berkurang (Tes Kliren Kreatinin kurang dari 20 ml/menit). Pemberian diuretik hanya berdasarkan indikasi yaitu hipertensi, kelebihan cairan (dekompensasi jantung, edema yang berat), pencegahan berkurangnya fungsi ginjal setelah pemberian kontras radiografi, pada saat anastomosis dilakukan dalam transplantasi ginjal (Dipiro, 1997)




MASALAH YANG TIMBUL PADA PEMBERIAN DIURETIK
1. Hipokalemia
50% kalium yang difiltrasi oleh glomerulus akan direabsorbsi di tubulus proksimal dan sebagian besar dari sisanya di- reabsorbsi di ascending limb loop dari Henle. Hanya 10% yang mencapai tubulus konvolutus distal. Kalium ada yang disekresi di pars recta tubulus distal. Terjadinya hipokalemia pada pemberian diuretik disebabkanoleh: Peningkatan aliran urin dan natrium di tubulus distal, meningkatkan sekresi kalium di tubulus distal. Peningkatan kadar bikarbonat (muatan negatip meningkat) dalam tubulus distal akibat hambatan reabsorbsi di tubulus proksimal oleh penghambat karbonik anhidrase akan meningkatkan sekresi kalium di tubulus distal. Diuretik osmotik akan menghambat reabsorbsi kalium ditubulus proksimal. Diuretik loop juga menghambat reabsorbsi kalium di thickascending limb.Hipokalemia akibat pemberian diuretik dapat menyebabkan:
1. Gangguan toleransi glukosa. Hipokalemia menghambat pengeluaran insulin endogen.
2. Hepatik ensefalopati. Pemberian diuretik harus hati-hati pada keadaan hati yang dekompensasi.
3. Artimia. Bila penderita sedang mendapat digitalis, hipokalemia dapat merangsang terjadinya aritmia. Penambahan kalium hanya diberikan bila: Kadar kalium darah kurang dari 3 meq/1. Dekompensasi hati yang mendapat diuretik (bukan Spironolakton). Penderita yang mendapat digitalis (Tierney&Stephen , 2004)
2. Hiperkalemia
Pemberian diuretik jenis potassium-sparing akan meningkatkan kadar kalum darah. Ada 3 jenis diuretik ini yaitu Spironolakton,. Amiloride, Triamterene. Kerja Spironolakton ber gantung pada tinggi rendahnya kadar Aldosteron. Amiloride dan Triamterene tidak tergantung pada Aldosteron. Seluruhnya menghambat sekresi kalium di tubulus distal. Kita harus berhati-hati atau sebaiknya diuretik jenis ini tidak diberikan pada keadaan gagal ginjal, diabetes mellitus, dehidrasi berat atau diberikan bersama preparat yang mengandung kalium tinggi(Tierney&Stephen , 2004)

3. Hiponatremia
Tanda-tanda hiponatremia akibat diuretika ialah kadar natrium urin > 20 mq/L, kenaikan ringan ureum dan kreatinin, hipokalemia dan terdapat alkalosis metabolik. Hiponatremia dapat memberikan gejala-gejala bahkan kematian. Cepatnya penurunan kadar natrium (kurang dari 12 jam), kadar natrium <>Tierney&Stephen , 2004)
4. Deplesi Cairan
Pengurangan cairan ekstraseluler merupakan tujuan utama dalam pemakaian diuretik. Keadaan ini sangat menguntungkan pada edema paru akibat payah jantung. Pada keadaan sindrom nefrotik, terutama dengan hipoalbuminemi yang berat, pemberian diuretik dapat menimbulkan syok atau gangguan fungsi ginjal. Tidak dianjurkan penurunanberat badan lebih dari 1 kg sehari(Tierney&Stephen, 2004)
5. Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Alkalosis metabolik terjadi akibat:
Pengurangan cairan ekstraseluler akan meningkatkan kadar HCO3 dalam darah. Peningkatan ekskresi ion-H meningkatkan pembentukan HCO3. Deplesi asam hidroklorida. Diuretik yang dapat menyebabkan alkalosis metabolik adalahtiasid dan diuretik loop. Alkalosis metabolik yang terjadi, biasanya disertai pengu- rangan ekskresi klorida. Dipikirkan kemungkinan oleh sebablain seperti muntah-muntah, kehilangan asam lambung akibat pemasangan sonde lambung (Tierney&Stephen , 2004)
Asidosis metabolik terjadi akibat:
Sekresi ion H dihambat. Reabsorbsi HCO3 dihambat. Diuretik penghambat karbonik anhidrase dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat dua proses di atas. Diuretik potassium sparing menghambat sekresi ion H sehingga dapat menyebabkan asidosis metabolik. Asidosis metabolik yang diakibatkan diuretik biasanya tidak disertai peninggian anion g(Na (HCO3 + Cl) <>Tierney&Stephen , 2004)


6. Gangguan Metabolik
a) Hiperglikemi
Diuretik dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa (hiperglikemi). Hipokalemia akibat pemberian diuretik dibuktikan sebagai penyebab gangguan toleransi ini (respon insulin terhadap glukosa pada fase I dan fase II terganggu). Diuretikpotassium sparing tidak menyebabkan gangguan toleransi glukosa (Tierney&Stephen , 2004)
b) Hiperlipidemia
Trigliserida, kolesterol, Chol HDL, Chol VLDL akan meningkat dan Chol HDL akan berkurang pada pemberian diuretik jangka lama (> 4 minggu) (Tierney&Stephen , 2004)
c) Antagonis Aldosteron
Akan menghambat ACTH, mengganggu hormon androgen (anti androgen). Mengakibatkan terjadinya ginekomastia atau gangguan menstruasi (Tierney&Stephen , 2004)
d) Hiperurikemia
Penggunaan diuretik dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat. Karena terjadi pengurangan volume plasma maka filtrasi melalui glomerulus berkurang dan absorbsi oleh tubulus meningkat. Dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya hiponatremi. Bila natrium dikoreksi, kliren asam urat akan diperbaiki (Tierney&Stephen , 2004)
e) Hiperkalsemia
Pemberian diuretik tiasid akan meninggikan kadar kalsium darah. Ekskresi kalsium melalui urin akan berkurang. Peninggian kalsium darah ini disebutkan juga mempunyai hu-n bungan dengan keadaan hiperparatiroid. Dari penelitian epidemiologi di Stockholm dilaporkan bahwa 70% dari orang yang hiperkalsemi setelah mendapat diuretik, menderita adenoma paratiroid(Tierney&Stephen , 2004)
f) Hipokalsemia
Diuretik loop menyebabkan hipokalsemi akibat peningkatan ekskresi kalsium melalui urin (Tierney&Stephen , 2004)


7. Toksisitas
a) Diuretik dapat menyebabkan nefritis intersiil akut melalui reaksi hipersensitifitas.
b) Dapat menginduksi terjadinya artritis goutdan pengeluaran batu asam urat pada penderita dengan riwayat gout.
c) Hipokalemi kronik akibat penggunaan diuretik dapat menimbulkan nefropati hipokalemi.
d) Diuretik loop terutama furosemid dapat menyebabkan ototoksisiti. Lebih nyata lagi bila ada gagal ginjal. Gabungan dengan aminoglikosida dapat menyebabkan gangguan menetap pada pendengaran (Rosy , 2009)

INTERAKSI
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak dikehendaki, seperti:
•    Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
•    Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan antihipertensif akibat retensi natrium dan airnya.
•    Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.
•    Aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversibel).
•    Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia. Litiumklorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi (Rosy , 2009)

INTERAKSI OBAT

 II . INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN

a.    Apa Itu Interaksi Obat-Makanan
Setiap saat, ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa terjadi, tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, dan beberapa obat hanya dipengaruhi oleh makanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi dengan obat yang diresepkan oleh dokter, obat yang dibeli bebas, produk herbal, dan suplemen diet. Meskipun beberapa interaksi mungkin berbahaya atau bahkan fatal pada kasus yang langka, interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya tidak akan menyebabkan perubahan yang berarti terhadap kesehatan anda.
b.    Bagaimana makanan dan obat Berinteraksi
Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda. Sering, zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan tersebut disiapkan. Salah satu cara yang paling umum terjadi, dimana makanan mempengaruhi efek obat adalah dengan mengubah cara obat tersebut diuraikan ( dimetabolisme ) oleh tubuh anda. Jenis protein yang disebut enzim, memetabolisme banyak obat. Pada sebagian besar obat, metabolisme adalah proses yang terjadi di dalam tubuh terhadap obat dimana obat yang semula aktif/ berkhasiat, diubah menjadi bentuk tidak aktifnya sebelum dikeluarkan dari tubuh. Sebagian obat malah mengalami hal yang sebaliknya, yakni menjadi aktif setelah dimetabolisme, dan setelah bekerja memberikan efek terapinya, dimetabolisme lagi menjadi bentuk lain yang tidak aktif untuk selanjutnya dikeluarkan dari tubuh. Beberapa makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat, baik dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam tubuh. Jika makanan mempercepat enzim, obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh dan dapat menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada lebih lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.

c.    Apa Saja Interaksi Makanan Dan Obat Yang Umum Terjadi
Makanan yang mengandung zat Tyramine ( seperti bir, anggur, alpukat, beberapa jenis keju, dan berbagai daging olahan ) memperlambat kerja enzim yang memetabolisme obat penghambat MAO ( kelompok obat antidepresi ) dan dapat menyebabkan efek yang berbahaya, termasuk tekanan darah tinggi yang serius. Beberapa jenis makanan dapat mencegah obat  tertentu untuk diserap ke dalam darah setelah ditelan, dan yang lain sebaliknya dapat meningkatkan penyerapan obat. Contohnya, jika anda meminum segelas susu ketika menggunakan obat antibiotik tetrasiklin, calcium yang ada dalam susu akan mengikat tertrasiklin, membentuk senyawa yang tidak mungkin dapat diserap oleh tubuh ke dalam darah. Sehingga efek yang diharapkan dari obat tetrasiklin tidak akan terjadi. Di sisi lain, meminum segelas jus citrus bersamaan dengan suplemen yang mengandung zat besi akan sangat bermanfaat karena vitamin C yang ada dalam jus akan meningkatkan penyerapan zat besi. Akhirnya, beberapa makanan benar-benar bisa mengganggu efek yang diinginkan dari obat. Contohnya, orang yang menggunakan obat pengencer darah warfarin seharusnya tidak mengkonsumsi secara bersamaan dengan makanan yang banyak mengandung vitamin K seperto brokoli, atau bayam. Vitamin K membantu pembekuan darah, sehingga melawan efek dari obat warfarin. Efek yang sebaliknya, terjadi dengan vitamin E, bawang dan bawang putih, karena bahan-bahan ini menghaslkan efek yang mirip dengan efek warfarin. Konsumsi dalam jumlah besar dari makanan ini dapat menyebabkan efek warfarin menjadi terlalu kuat.
makanan.

d.    Beberapa Contoh Interaksi Obat Dan Makanan
Tidak semua obat berinteraksi dengan makanan. Namun, banyak obat-obatan yang dipengaruhi oleh makanan tertentu dan waktu Anda memakannya. Berikut adalah beberapa contohnya:
•    Jus jeruk menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga mengintensifkan pengaruh obat-obatan tertentu. Peningkatan pengaruh obat mungkin kelihatannya baik, padahal tidak. Jika obat diserap lebih dari yang diharapkan, obat tersebut akan memiliki efek berlebihan. Misalnya, obat untuk membantu mengurangi tekanan darah bisa menurunkan tekanan darah terlalu jauh. Konsumsi jus jeruk pada saat yang sama dengan obat penurun kolesterol juga meningkatkan penyerapan bahan aktifnya dan menyebabkan kerusakan otot yang parah. Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut.
•    Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan produk susu lainnya dapat mengurangi penyerapan tetrasiklin.
•    Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus dibatasi konsumsinya jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin), untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan risiko  trombosis (pembekuan darah).
•    Kafein meningkatkan risiko overdosis antibiotik tertentu (enoxacin, ciprofloxacin, norfloksasin).Untuk menghindari keluhan palpitasi, tremor, berkeringat atau halusinasi, yang terbaik adalah menghindari minum kopi, teh atau soda pada masa pengobatan.

e.    Makanan Yang Meningkatkan Efek Beberapa OBat

Obat yang efeknya dapat ditingkatkan oleh makanan dn biasanya harus digunakan bersamaan dengan makanan agar didapatkan efek yang tetap :

•    Obat Jantung pemblok beta
Digunakan untuk mencegah angina ,untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tidak beraturan,dan untuk menanggulangi tekanan darah tinggi. Nama paten pemblok beta : Blocadren,Corgard,Inderal,Lopressor,Ternomin,Visken.
Karbamazepin (Tregretol) – Antikolvusan yang digunakan untuk mencegah serangan.
Diazepam (Valium) –Suatu Trankuilansia
Diuretika-Digunakan untuk mrngobati tekanan darah tinggi dan layu jantung . Nama  paten Diuretika yang berinteraksi :
Anhydron,Aquatag,Aquatensin,Diucardin,Diulo,Diuril,Enduron,Esidrix,Exna,Hydrodiuril,Hydromox,Hygroton,Metahydrin,Naqua,Naturetin,Oretic,Ranese,Saluron,Zaroxylyn.
Hidralazin (Apresoline) – Digunakan untuk menanggulangi tekanan darah tinggi
Nitrofurantoin (Furadantin,Macrodantin) – Suatu antimikroba,digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih.
Fenitoin (Dilantin) – Suatu antikonvulsan yang digunakan untuk mencegah serangan
Spironolakton (Aldactazide, Aldactone) – Suatu diuretika,digunakan untuk menanggulangi tekanan darah  tinggi dan layu jantung.



f.    Makanan Yang Menurunkan Efek Beberapa Obat

Gunakan obat berikut ini satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan untuk mencegah interaksi yang mungkin menurunkan efek obat :

Kaptopril (Capoten) – Digunakan untuk menanggulangi tekanan darah tinggi dan layu jantung.
Antibiotika
Kekecualian – Antibiotika yang tidak dipengaruhi oleh makanan:
Amoksisilin (Amoxil,Larotid,Polymox,Robamox,Trymox,Wymox)
Becampisilin (Spectrobid)
Doksisilin (Doxychel,Vibramycin,Vibratab)
Hefasilin (Versapen)
Eritromisin estolat (Ilosone)
Eritromisin salut enterik (E-Mycin,Ery-Tab,Eryc,Ilotycin,Robimycin
Minoksiklin (Minocin)

    Makanan beralkali – Metenamin (Hiprex,Mandelamine,Urex)
Efek metenamin dapat berkurang ,Metenamin digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih (kandung kemih dan ginjal). Akibatnya : Infeksi mungkin tidak terobati dengan baik.
Hindari makanan beralkali seperti ;
Amandel,susu mentega,kastanye,sari buah jeruk,kelapa,kepala susu,buah-buahan,(kecuali berry,prem,buah prem yang dikeringkan ),susu,sayuran (kecuali jagung ,miju-m.u)

    Makanan Beralkali – Kinidin
(Cardioquin,Duraquin,Quignalute Dura-Tabs,Quinidex Extentabs,Ouinora)
Efek kinidin dapat meningkat . Kinidin digunakan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan. Akibatnya ; mungkin terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak kinidin disertai gejala jantung berdebar atau denyut jantung tidak teratut,pusing,sakit kepala,telinga berdenging dan gangguan penglihatan.
Hindari makanan seperti ;
Amandel,susu,mentega,kastanye,sari buah jeruk,kelapa,kepala susu,buah-buahan (kecuali jagung,miju-miju)

    Makanan beralkali-Kinin (Coco-Quinine,Quinamm,Quine)
Efek kinin dapat meningkat. Kinin adalah obat bebas yang digunakan untuk mengobati malaria dan untuk kejang kaki malam hari. Akibatnya ; mungkin terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak kinin disertai gejala pusing,sakit kepala,telinga berdenging dan gangguan penglihatan.
Hindari makanan bertalkali seperti ;
Amandel,susu mentega,kastanye,sari buah jeruk,kelapa,kepala susu,buah-buahan (kecuali jagung, miju-miju)

    Makanan berkarbohidrat – Asetaminofen
Efek asetaminofen dapat berkurang . Asetaminofen adalah obat pengjilang nyeri dan demam yang masyhur . Akibatnya ; nyeri atau demam mungkin tidak hilang sebagaimana mestinya .Sumber karbohidrat : Roti,Biskuit,korma,jeli dll.
Nama paten asetaminofen
Anacin-3,Bromo-seltzer,Datlir,Excedrin PM,Febrinol,Liquiprin,percogesic,Phenaphen,Tapar,Tempra,Tylenol,Valadol.

    Sate sapi atau hamburger – Obat asma (Turunanan teofilin)
Efek obat asma dapat berkurang .Obat asma membuka jalan udara di paru-paru dan mempermudah pernapasan penderita asma . Akibatnya ; asma mungkin tidak terkendali dengan baik.

    Makanan berserat banyak – Digoksin (Lanoksin)
Efek digoksin dapat berkurang,Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantungan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan.
Akibatnya ; Kondisi yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik.
Gunakan digoksin satu jam sebelum atau dua jam sesudah menyantap makanan yang beserat banyak seperti ;
Sari buah prem,serealia beras,makanan dari gandum,biji-bujian ,sayuran mentah,sayuran berdaun yang sudah dimasak,dan buah-buahan.

    Susu Dan Produk Susu – Antibiotika Tetrasiklin
Efek tetrasiklin dapat berkurang . Tetrasikilin adalah antibiotika yang digunakan untuk melawan infeksi. Akibatnya ; Infeksi yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik. Untuk mencegah interaksi,gunakan tetrasiklin satu jam sebelum atau dua jam sesudah minum susu atau produk susu.
Kekecualian ; Doksisiklin (Doxychel,Vibramycin,Vibratab) dan monosiklin (Minocin).









I . INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT

Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus.
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan agonis untuk reseptor yang sama.
Interaksi obat yang paling umum melibatkan hati. Beberapa obat dapat memperlambat atau mempercepat proses enzim hati. Ini dapat mengakibatkan perubahan besar pada tingkat obat lain dalam aliran darah yang memakai enzim yang sama. Beberapa obat memperlambat proses ginjal. Ini meningkatkan tingkat bahan kimia yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal.

    Interaksi Obat Mempengaruhi ADME Obat
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.
Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antar obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat dalam darah. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang interaksi farmakokinetik.


Interaksi Famakokinetik
1. Interaksi pada proses absorpsi
Interaksi dala absorbs di saluran cerna dapat disebabkan karena
a. Interaksi langsung yaitu terjadi reaksi/pembentukan senyawa kompleks antar senyawa obat yang mengakibatkan salah satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan kecepatan absorpsi.
Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam antasid yang menyebabkan jumlah absorpsi keduanya turun.

b. Perubahan pH
Interaksi dapat terjadi akibat perubahan harga pH oleh obat pertama, sehingga menaikkan atau menurukan absorpsi obat kedua.
Contoh: pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi penisilin G

c. Motilitas saluran cerna
Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluan cerna dapat mempegaruhi absorpsi obat lain yang diminum bersamaan.
Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan parasetamol dapat memperlambat parasetamol.
2. Interaksi pada proses distribusi
Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Seyawa yang asam akan berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan α1-glikoprotein. Jika 2 obat atau lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan dengan protein plasma,sehingga proses distribusi terganggu (terjadi peingkatan salah satu distribusi obat kejaringan).
Contoh: pemberian klorpropamid dengan fenilbutazon, akan meningkatkan distribusi klorpropamid.
3. Interaksi pada proses metabolisme
a. Hambatan metabolisme
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat terjadi gangguan metabolisme yang dapat menaikkan kadar salah satu obat dalam plasma, sehingga meningkatkan efeknya atau toksisitasnya.
Cotoh: pemberian S-warfarin bersamaan dengan fenilbutazon dapat menyebabkan mengkitnya kadar Swarfarin dan terjadi pendarahan.

b. Inductor enzim
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya sama dapat terjadi gangguan metabolisme yang dapat menurunkan kadar obat dalam plasma, sehingga menurunkan efeknya atau toksisitasnya.
Contoh: pemberian estradiol bersamaan denagn rifampisin akan menyebabkan kadar estradiol menurun dan efektifitas kontrasepsi oral estradiol menurun.
4. Interaksi pada proses eliminasi
a. Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat
jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan obat-obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang dapat menimbulkan efek toksik.
Contoh: digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal (aminoglikosida, siklosporin) mengakibatkan kadar digoksin naik sehingga timbul efek toksik.

b. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal
Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem trasport aktif yangsama dapat menyebabkan hambatan sekresi.
Contoh: jika penisilin diberikan bersamaan probenesid maka akan menyebabkan klirens penisilin turun, sehingga kerja penisilin lebih panjang.

c. Perubahan pH urin
Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. Jika harga pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah, sedangkan jika harga pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.
Contoh: pemberian pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan ammonium klorida maka akan meningkatkan ekskersi pseudoefedrin. Terjadi ammonium klorida akan mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi pseudorfedrin dan eliminasi dari pseudoefedrin juga meningkat.





    BEBERAPA CONTOH INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT

•    INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN INFEKSI BEKTERI (INTERAKSI ANTIBIOTIKA)

o    Aminoklikosida – Antibiotika sefalosporin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat meningkat.
Akibatnya ; ginjal mungkin rusak. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang,ada darah dalam air kemih,rasa haus yang berkelebihan,hilang nefsu makan,pusing,mengantuk dan mual.

o    Aminoglikosida – Digoksin (Lanoxin)
Efek digoksin dapat berkurang .Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur .
Akibatnya ; kelainan jantung mungkin tidak terkendali dengan baik.
Catatan ; Hanya aminoglikosida neomisin (Mycifradin,Neobiotic) yang berinteraksi.

o    Sefalosporin – Kloramfenikol (Chloromycetin, Mychel
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang dilaporkan ; sakit tenggorokan ,demam,kedinginan,tukak mulut,perdarahan atau memar di seluruh tubuh ,tinja hitam pekat dan kehilangan tenaga yang tidak lazim. Kloramfenikol diberikan untuk infeksi yang berbahaya,yang tidak cocok bila diobati dengan antibiotika lain yang kurang begitu efektif.


•    INTERAKSI OBAT PADA PENANGANAN KELAINAN JANTUNG

o    Obat angina /antiaritmika – Diuretika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah.
Akibatnya ; Hipotensi postural dengan gejala yang menyertainya: pusing,lemah,pingsan,penurunan tekanan darah yang hebat dapat menyebabkan kejang dan syok. Diuretika menghilangkan kelebihan cairan dari tubuh dan digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan layu jantung.

o    Disopiramida (Norpace) – Biperiden (Akineton)
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek antikolinergik yang berlebihan.
Akibatnya ; Mulut kering,penglihatan kabur,pusing,nanar,rasa tak enak pada lambung,sembelit,kencing sulit,mungkin timbul psikosis toksik (disorientasi,agitasi,meracau) sikrimin digunakan untuk mengendalikan tremor akibat penyakit perkinson atau akibat pengobatan dengan antipsikotika.



o    Disopiramida (Norpace) – Fenitoin (Dilantin)
Efek disopiramida dapat berkurang . Akibatnya ; denyut jantung yang tak teratur dapat dikendalikan dengan baik. Fenitoin digunakan untuk mengendalikan kejang pada kelainan seperti ayan. Obat lain yang mirip fenitoin juga berinteraksi ,misalnya mesantoin (mefinitoin) dan peganone (etotoin).



•    INTERAKSI PADA PENANGANAN AYAN DAN KEJANG

o    Fenitoin (Dilantin) – Trimetadion (Tridione)
Efek trimetadion dapat berkurang. Trimetadion juga merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan serangan jantung.
Akibatnya ; Kemampuan mengendalikan serangan kejang dapat hilang kecuali jika dosis disesuaikan .Karena kedua obat merupakan depresan system saraf pusat,amati terjadinya gejala akibat depresi berlebihan : mengantuk,pusing,nanar,dan hilang kewaspsadaan mental.

o    Primidon (Mysoline) – Fenitoin (Dilantin)
Efek fenitoin dapat berkurang . Fenitoin juga meripakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang . Akibatnya ; serangan kejang tak dapat dikendalikan sesuai dengan yang dikehendaki. Interaksi ini beragam,bergantung pada perorangan. Pada beberapa pasien efek fenitoin dapat bertambah jika dosis primidon meningkat; pada pasien lain efek primidon yang meningkat.

o    Fenitoin (Dilantin) – Metilfenidat (Ritalin)
Efek fenitoin dapat meningkat. Akibatnya ; efek samping yang merugikan mungkin terjadi akibat terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan antara lain gangguan penglihan,nanar. Metilfenidat digunakan untuk menanggulangi perilaku hiperkinetik serta gangguan belajar pada anak-anak ,narkolepsi,depresi ringan ,acuh tak acuh atau pikun.



III. INTERAKSI OBAT DENGAN KOSMETIK

Interaksi obat pada kulit terhadap bahan pengawet ,dalam hal ini bahan pengawet yang terdapat di dalam kosmetika dan obat-obat oles ,dapat berupa dermatitis (eksema) dengan tanda-tanda kulit kering ,bersisik,merah ,berlempuh sampai basah atau retak-retaknya kulit. Reaksi bisa ringan atau berat dan biasanya disertai dengan rasa terbakar dan gatal.
Reaksi dapat timbul sebagai urtika atau kadang-kadang berupa pembengkakan lokal. Sering terjadi timbulnya reaksi kulit pada pemakaian pertama kali dari obat oles atau kosmetika pada kulit yang terluka atau sedang mengalami iritasi.
Interaksi obat pada penyalahgunaan kosmetik dimana kulit yang wajah yang sensitif cepat sekali memberikan reaksi iritasi jika salah dalam merawatnya. Biasanya,kulit wajah yang sensitive akan cepat memerah jika kosmetika yang dipakai tidak cocok. Terasa pedih dan kemudian akan muncul bimtik-bintik merah yang mengakibatkan kulit menjadi mudah teriritasi . Alkohol yang terkandung dalam kosmetik biasanya sering menyebabkan iritasi.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit ; pada konsentrasi yang cukup,pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan,tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk meninduksi dermatitis.
Zat-zat iritan mempunyai efek eritem,mengeringkan dan peeling,zat-zat iritan golongan kemikal ,zat ini dapat dalam bentuk larutan,bedak kocok,kompres,pasta,krem,dan bahan pembersih (cleansing preparation).
1.     Sulfur
 Dapat berupa unsure (elemental) sulfur atau ikatan (compound) sulfur. Menurut Mills   dan Kligman (1972) untuk sulfur bersifat komedogenik.
2. Resorsin
    Konsentrasi resorsin 1-10 %,pemakaian bahan ini berkurang setelah dikenal benzoil perokaida
3. Asam Salisilat
    Asam salisilat selain sebagai iritan juga mempunyai sifat keratolitik pada konsentrasi diatas 3 %.
4. Asam Vitamin A (Asam retionik,tretinoin) mempunyai efek sebagai iritan
5. Benzoil peroksida ,mempunyai efek sebagai iritan

Anti Iritasi merupakan aspek vital dari formula perawatan kulit. Apapun penyebabnya ,iritasi adalah permasalan untuk semua jenis kulit ,namun sangat sulit untuk dihindari,apakah itu Karena matahari,kerusakan oksidatif dari polusi,atau dari produk perawatan kulit yang digunakan ,iritasi dapat menjadi permasalahan terus menerus dari kulit. Ironisnya,bahkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti zat-zat tbir surya,pengawet,exofilant kulit ,dan zat-zat pembersih dapat menyebabkan iritasi . Bahan-bahan lain seperti pewangi,menthol, dan ekstrak tanaman yang menyebabkan kulit sensitif adalah penyebab utama iritasi dan umumnya tidak memberikan hasil yang menguntungkan bagi kulit ,jadi pengunaan zat-zat ini tidak berguna,setidaknya jika serius ingin menciptakan dan mempertahankan kulit yang sehat.
Anti Iritasi sangat membantu karena memberikan waktu penyembuhan bagi kulit dan mengurangi permasalahan oksidatif dan sumber kerusakan eksternal .Anti iritasi seperti metil salisilat bekerja sebagai anti iritan lokal dan mampu berpenetrasi sehingga menghasilkan efek analgesis.

Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan,baik yang bersifat mekanik,fisik maupun kimiawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna,dan tidak terjadi komplikasi,maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal ,mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apila diperlukan,untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical,misalnya hodrokortison atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan,untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.
Interaksi Obat Acne Vulgaris Pada Penanganan Lesi Inflamasi dan Komedo Tertutup dan Terbuka
Cara Kerja Obat :
Tretinoin bekerja dengan mengeliminasi peningkatan keratinisasi dan penebalan epitel folikel dengan cara mempercepat pergantian sel. Clindamycin phospate bekerja dengan menghambat produksi enzim dan inflamasi atau aktivitas oleh P. acnes pada sebum.
Interaksi Obat :
- Dengan sabun atau kosmetik yang mengandung obat atau bersifat abrasive.
- Cleanser atau preparat jerawat yang mengandung peeling agent seperti resorcinol,     salicylic acid, sulfur.
- Preparat topikal yang mengandung alkohol seperti after-shave lotion, astringent, perfumed toiletris, shaving cream atau lotion.
- Kosmetik atau sabun yang mempunyai sifat mengeringkan.
- Dengan produk untuk rambut seperti semir rambut atau penghilang bulu.
- Obat-obat yang membuat fotosensitif seperti fluoroquinolone, phenothiazine, sulfonamide, thiazide diuretic.



RHEOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Rheologi berasal dari bahasa yunani mengalir (rheo) dan logos (ilmu). Digunakan istilah ini untuk pertama kali oleh Bingham dan Croeford untuk menggunakan aliran cairan dan deformasi dari padatan.
Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir; semakin tinggi viskositas, semakin besar tahanannya untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dalam simbol η.
Prinsip dasar rheologi telah digunakan dalam penyelidikan zat,tinta,berbagai adonan,bahan-bahan untuk pembuat jalan,kosmetik,produk hasil peternakan,serta sediaan-sediaan farmasi.


2.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah ini adalah :
1.     Rheologi
2.    Penggunaan atau aplikasi rheologi















BAB II
PEMBAHASAN

1.    RHEOLOGI

Rheologi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan aliran cairan dan deformasi dari padatan. Rheologi mempelajari hubungan antara tekanan gesek (shearing stress) dengan kecepatan geser (shearing rate) pada cairan, atau hubungan antara strain dan stress pada benda padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas.
Rheologi sangat penting dalam farmasi karena penerapannya dalam formulasi dan analisis dari produk-produk farmasi seperti: emulsi, pasta, krim, suspensi, losion, suppositoria, dan penyalutan tablet yang menyangkut stabilitas, keseragaman dosis, dan keajekan hasil produksi. Misalnya, pabrik pembuat krim kosmetik, pasta, dan lotion harus mampu menghasilkan suatu produk yang mempunyai konsistensi dan kelembutan yang dapat diterima oleh konsumen. Selain itu, prinsip rheologi digunakan juga untuk karakterisasi produk sediaan farmasi (dosage form) sebagai penjaminan kualitas yang sama untuk setiap batch.
Rheologi juga meliputi pencampuran aliran dari bahan,pemasukan ke dalam wadah,pemindahan sebelum digunakan,penuangan, pengeluaran dari tube, atau pelewatan dari jarum suntik. Rheologi dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi penerimaan obat bagi pasien, stabilitas fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh (bioavailability). Sehingga viskositas telah terbukti dapat mempengaruhi laju absorbsi obat dalam tubuh.
Sifat-sifat rheologi dari sistem farmaseutika dapat mempengaruhi pemilihan alat yang akan digunakan untuk memproses produk tersebut dalam pabriknya. Lebih-lebih lagi tidak adanya perhatian terhadap pemilihan alat ini akan berakibat diperolehnya hasil yang tidak diinginkan. Paling tidak dalam karakteristik alirannya. Aspek ini dan banyak lagi aspek-aspek rheologi yang diterapkan dibidang farmasi.
Ada beberapa istilah dalam rheologi ini :
•    Rate of shear (D) dv/dr untuk menyatakan perbedaan kecepatan (dv) antara dua bidang cairan yang dipisahkan oleh jarak yang sangat kecil (dr).
•    Shearing stress (τ atau F ) F’/A untuk menyatakan gaya per satuan luas yang diperlukan untuk menyebabkan aliran
F’/A = η dv/dr
η = (F’/A) / (dv/dr)= F / G

Penggolongan sistem cair menurut tipe aliran dan deformasinya ada dua yaitu:
a)    Sistem Newton
b)    Sistem Non Newton
Pemilihan bergantung pada sifat-sifat alirannya apakah sesuai dengan hukum aliran dari newton atau tidak.

A.    Sistem Newton
Pada cairan Newton, hubungan antara shearing rate dan shearing stress adalah linear, dengan suatu tetapan yang dikenal dengan viskositas atau koefisien viskositas. Tipe alir ini umumnya dimiliki oleh zat cair tunggal serta larutan dengan struktur molekul sederhana dengan volume molekul kecil. Tipe aliran yang mengikuti Sistem Newton, viskositasnya tetap pada suhu dan tekanan tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan geser, sehingga viskositasnya cukup ditentukan pada satu kecepatan geser.
B.    Sistem Non Newton
 Pada cairan non-Newton, shearing rate dan shearing stress tidak memiliki hubungan linear, viskositasnya berubah-ubah tergantung dari besarnya tekanan yang diberikan. Tipe aliran non-Newton terjadi pada dispersi heterogen antara cairan dengan padatan seperti pada koloid, emulsi, dan suspense cair,salep. Ada 3 jenis tipe aliran dalam sistem Non-Newton, yaitu : PLASTIS, PSEUDOPLASTIS, dan DILATAN.

    Aliran Plastis
Kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tapi memotong sumbu shearing stress (atau auakan memotong jika bagian lurus dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu titik tertentu yang dikenal dengan sebagai harga yield. Cairan plastis tidak akan mengalir sampai shearing stress dicapai sebesar yield value tersebut. Pada harga stress di bawah harga yield value, zat bertindak sebagi bahan elastis (meregang lalu kembali ke keadaan semula, tidak mengalir).
U = ( F – f ) / G
U adalah viskositas plastis,
 f adalah yield value
Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang tersuspensi dalam suspensi pekat. Adanya yield value disebabkan oleh adanya kontak antara partikel-partikel yang berdekatan (disebabkan oleh adanya gaya van der Waals), yang harus dipecah sebelum aliran dapat terjadi. Akibatnya, yield value merupakan indikasi dari kekuatan flokulasi. Makin banyak suspensi yang terflokulasi, makin tinggi yield value-nya. Kekuatan friksi antar partikel juga berkontribusi dalam yield value. Ketika yield value terlampaui (shear stress di atas yield value), sistem plastis akan menyerupai sistem newton

    Aliran Pseudoplastis
Aliran pseudoplastis ditunjukkan oleh beberapa bahan farmasi yaitu gom alam dan sisntesis seperti dispersi cair dari tragacanth, natrium alginat, metil selulosa, dan natrium karboksimetil selulosa. Aliran pseudoplastis diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, hal ini berkebalikan dengan sistem plastis, yang tersusun dari partikel-partikel tersuspensi dalam emulsi. Kurva untuk aliran pseudoplastis dimulai dari (0,0) , tidak ada yield value, dan bukan suatu harga tunggal
Viskositas aliran pseudoplastis berkurang dengan meningkatnya rate of shear. Rheogram lengkung untuk bahan-bahan pseudoplastis ini disebabkan adanya aksi shearing terhadap molekul-molekul polimer (atau suatu bahan berantai panjang). Dengan meningkatnya shearing stress, molekul-molekul yang secara normal tidak beraturan, mulai menyusun sumbu yang panjang dalam arah aliran. Pengarahan ini mengurangi tahanan dari dalam bahan tersebut dan mengakibatkan rate of shear yang lebih besar pada tiap shearing stress berikutnya.
FN = η’ G
Eksponen N meningkat pada saat aliran meningkat hingga seperti aliran newton. Jika N=1 aliran tersebut sama dengan aliran newton.

    Aliran Dilatan
Aliran dilatan terjadi pada suspensi yang memiliki presentase zat padat terdispersi dengan konsentrasi tinggi. Terjadi peningkatan daya hambat untuk mengalir (viskositas) dengan meningkatnya rate of shear. Jika stress dihilangkan, suatu sistem dilatan akan kembali ke keadaan fluiditas aslinya.
Pada keadaaan istirahat, partikel-partikel tersebuat tersususn rapat dengan volume antar partikel pada keadaan minimum. Tetapi jumlah pembawa dalam suspensi ini cukup untuk mengisi volume ini dan membentuk ikatan lalu memudahkan partikel-partikel bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya pada rate of shear yang rendah. Pada saat shear stress meningkat, bulk dari system itu mengembang atau memuai (dilate). Hal itu menyebabkan volume antar partikel menjadi meningkat dan jumlah pembawa yang ada tidak cukup memenuhi ruang kosong tersebut. Oleh karena itu hambatan aliran meningkat karena partikel-partikel tersebut tidak dibasahi atau dilumasi dengan sempurna lagi oleh pembawa. Akhirnya suspense menjadi pasta yang kaku

1.1 Cara Menentukan Viskositas

    Cara menentukan viskositas suatu zat menggunakan alat yang dinamakan viskometer. Ada beberapa tipe viskometer yang biasa digunakan antara lain :
 a. Viskometer kapiler / Ostwald
    Viskositas dari cairan newton bisa ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat antara 2 tanda ketika ia mengalir karena gravitasi melalui viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui ( biasanya air ) untuk lewat 2 tanda tersebut.
  b. Viskometer Hoppler
      Berdasrkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat – gaya archimides. Prinsip kerjanya adalah menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui tabung gelas yang hampir tikal berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel.
   c. Viskometer Cup dan Bob
       Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antara dinding luar dari bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi disepanjang keliling bagian tube sehingga menyebabkan penueunan konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini menyebabkab bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebt aliran sumbat.
  d. Viskometer Cone dan Plate
      Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian dinaikkan hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan bermacam kecapatan dan sampelnya digeser didalam ruang semit antara papan yang diam dan kemudian kerucut yang berputar.


2. PENERAPAN RHEOLOGI DALAM FARMASI

1.    Cairan dapat diterapkan pada :
a.    Pencampuran
b.    Pengurangan ukuran partikel dari sistem sistem dispersi dengan shear
c.    Pelewatan melalui mulut, penuangan, pengemasan dalam botol, pelewatan melalui jarum suntik
d.    Perpindahan cairan
e.    Stabilitas fisik sistem dispersi
2.    Semi solid diterapkan pada :
a.    Penyebaran dan pelekatan pada kulit
b.    Pemindahan dari wadah/tube
c.    Kemampuan zat padat untuk bercampur dengan cairan-cairan
d.    Pelepasan obat dari basisnya
3.    Padatan diterapkan pada :
a.    Aliran serbuk dari corong ke lubang cetakan tablet/kapsul
b.    Pengemasan serbuk/granul
4.    Pemprosesan diterapkan pada :
a.    Kapasitas produksi alat
b.    Efisiensi pemrosesan

2.1  Sifat Rheologi Dalam Suspensi

    Viskositas dari suatu suspensi apabila mempengaruhi pengendapan dari partikel-partikel zat terdispersi perubahan dalam sifat-sifat aliran dari suspensi bila wadahnya dikocok dan bila produk  tersebut dituang dari botol, dan kualitas penyebaran dari cairan ( lotio ) bila digunakan untuk suatu bagian permukaan yang akan diobati. Pertimbangan rheologi juga penting dalam pembuatan suspensi.
    Satu-satunya shear yang terjadi dalam suatu suspensi pada penyimpanan adalah lantaran pengendapan dari partikel-partikel yang tersuspensi; Gaya ini diabaikan dan bisa dibuang. Tetapi jika wadah dikocok dan produk dituang dari botol, terdapat laju shearing yang tinggi. Zat pensuspensi yang ideal harus mempunyai viskositas yang tinggi  pada shear yang dapat diabaikan, yakni selama penyimpanan; dan zat pensuspensi itu harus mempunyai viskositas yang rendah pada laju shearing yang tinggi, yakni ia harus bebas mengalir selama pengocokan, penuangan, dan penyebarannya ini. Gliserin yang merupakan cairan Newton termasuk dalam grafik untuk pembanding. Viskositasnya sesuai untuk partikel-partikel yang mensuspensi, tapi terlalu tingii untuk dituangkan dengan mudah dan untuk disebarkan pada kulit. Lebih-lebih lagi, gliserin menunjukkan sifat melekat (tackiness stickiness) yang tidak diinginkan dan ia terlalu higroskopik untuk digunakn dalam bentuk tidak diencerkan. Kurva dalam gambar 1 diperoleh menggunakan viskometer Stormer yang sudah dimodifikasi .
   
        Shearing stress ( berat x K )

                      Natrium
                                                                           alginat
         Tragakant


                      gliserin


                           Karboksimetil
                                selulosa






   
    Muatan ( gram )

Gambar 1 : Kurva aliran rheologi dari berbagai zat pensuspensi yang dianalisis dalam viskometer Stormer yang sudah dimodifikasi

Suatu zat pensuspensi yang tiksotropik seperti juga pseudoplastik harus terbukti berguna karena ia membentuk gel pada pendiaman dan menjadi cair jika digoyangkan. Gambar 2 menunjukkan kurva konsistensi untuk bentonit, veegum, dan suatu kombinasi dari bentonit dan natrium karboksimetil selulosa ( CMC ). Bentuk histeresis dari bentonit sangat terkenal. Veegum juga menunjukkan tiksotropi yang dapat dipertimbangkan, baik jika dites dengan membalikkan suatu bejana yang mengandung dispersi maupun jika dianalisis dalam suatu viskometer putar. Jika dispersi bentonit dan CMC dicampur, kurva yang dihasilkan menunjukkan karakteristik tiksotropik maupun pseudoplastik. Kombinasi seperti ini harus menghasilkan suatu medium pensuspensi yang sangat baik.


   
    5% Bentonit Mikro



                                                      5%  Veegum

                50:50 CMC dan
                Bentonitn Mikro
               5%



     Shearing stress ( baca Skala)

Gambar 2 : Kurva aliran untuk zat pensuspensi 5% dalam air yang memperlihatkan tiksotropi. Kurva diperoleh dengan viskometer cone-plate Ferranti-Shirley.


2.2  Sifat Rheologi Dalam Emulsi

    Produk yang diemulsikan mungkin mengalami berbagai shear-stress selama pembuatan atau penggunaanya. Pada kebanyakan proses ini sifat aliran produk akan menjadi sangat penting untuk penampilan emulsi yang tepat pada kondisi penggunana dan pembuatannya. Jadi penyebaran produk dermatologik dan produk kosmetik harus dikontrol agar didapat suatu preparat yang memuaskan. Aliran emulsi parenteral melalu jarum hipodermik, pemindahan suatu emulsi dari botol atau tube, dan sifat dari satu emulsi dalam berbagai proses penggilingan yang digunakandalam pembuatan produk ini secara besar-besaran, menunjukkan perlunya karakteristik aliran yang tepat.
    Kebanyakan emulsi, kecuali emulsi encer, menunjukkan aliran non Newton yang mempersulit interpretasi data dan perbandingan kuantitatif antara sistem-sisten dan formulasi-formulasi yang berbeda.
    Faktor-faktor yang berhubungan dengan fase terdispersi meliputi perbandingan dengan fase terdispers meliputi perbandingan volume fase, distribusi ukuran partikel, dan viskositas dari fase dalam itu sendiri. Jadi, jika konsentrasi volume dari fase terdispers rendah (kurang dari 0,05), sistem tersebut adalah Newton. Dengan naiknya konsentrasi volume, sistem tersebut menjadi lebih tahan terhadap aliran dan menujukkan karekteristik aliran pseudoplastis. Pada konsentrasi yang cukup tinggi, terjadi aliran plastis. Jika konsentrasi volume mendekati 0,74, mungkin terjadi inversi dengna berubahnya viskositas secara nyata. Pengurangan ukuran partikel rata-rata akan menaikkan viskositas. Makin  luas distribusi ukuran partikel, makin rendah viskositasnya jika dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran partikel rata-rata serupa tetapi dengan distribusi ukuran partikel yang lebih sempit.
    Sifat utam fase kontinu yang mempengaruhi sifat-sifat alira dari sustu emulsi adalah bukan pada viskositasnya. Tetapi efek viskositas dari fase kontinu mungkin lebih besar dari yang diramalkan dengan menentukan viskositas bulk dari fase kontinu itu sendiri. Ada indikasi bahwa viskositas dari suatu lapisn cair yang tpis, katakanlah 100 – 200 A adalah beberapa kali harga viskositas dari cairan bulk. Oleh karena itu viskositas yang lebih tinggi bisa terdapat pada emulsi yang mempunyai konsentrasi tinggi, jika ketebalan fase kontinu antara tetesan-tetesan yang berdekatan mendekati dimensi ini. Pengurangn viskositas dengan penaikan shear sebagian bisa disebabkan oleh penurunan viskositas dari fase kontinu karena jarak pemisahan antara bola-bola yang meningkat.
    Komponen ketiga yang mungkin mempengaruhi vskositas emulsi adalah zat pengemulsi. Tipe zat akan mempengaruhi flokulasi partikel dan daya tarik-menarik antarpartikel, dan ini, sebaliknya akan mengbuah aliran. Tambahan pula, untuk sistem apa saja, makin tinggi konsentrasi zat pengemulsi, akan makin tinggi pula viskositas produk tersebut. Sifat-sifat fisika dari lapisan dan sifat-sifat listriknya juga merupakan faktor yang bermaknanya.

2.3  Sifat Rheologi Dalam Semisolid

    Pembuat salep farmasetis dan krim kosmetik menyadari adanya keinginan untuk mengontrol konsistensi bahan non-Newton.
    Insrumen yang paling baik untuk menentukan sifat-sifat rheologi dari semisolid di bidang farmasi adalah viskometer putar (rotational viscometer). Untuk  analisis semisolid yang berbentuk emusi dan suspensi digunakan  cone-plate viscometer. Viscometer Stormer terdiri dari cup yang stationer dan bob yang berputar, dan alat ini juga baik untuk semisolid.
    Kurva konsistensi untu basis salep yang dapat mengemulsi, petrolatum hidrofilik dan petrolatum hidrofilik yang telah dicampur dengan air, terlihat pada gambar 3. Akan terlihat bahwa penambahan air ke dalam petrolatum hidrifilik menunrunkan yielpoint (perpotongan antara ekstrapolasikurva menurun dan sumbu horizontal, muatan dalam gram). Dari 520 sampai 340 gram. Viskositas plastis (kebalikan dari kemiringan kurva yang menurun ke bawah) dan tiksotropi ( dareah lengkung histeresis) ditingkatkan dengan penambahan air ke dalam Petrolatum Hidrifilik.


                          20 gram H2O ditambahkan
                            Pada 100 gram petrolatum
                     hidrifilik
       


                                                                                                    Petrolatum
                                                                                 hidrofilik
                                                                             
                                                             
                                    Kurva naik
                                            Kurva turun



   
                         Muatan ( gram)

Gambar 3 : Kurva aliran untuk Petrolatum Hidrifilik dan Petrolatum Hidrofilik yang    mengandung air


















                                Temperatur ( 0C )


Gambar 4 : Koefisien temperatur dari viskositas plastis dari Plastibase


    Efek temperatur terhadap konsistensi dari suatu basis salep dapat dianalisis menggunakan suatu viskometer putar yang didesain dengan tepat. Gambar 4 dan gambar 5 menunjukkan perubahan viskositas plastis dan tiksotropi dari petrolatum dan plastibase sebagai fungsi dari temperatur. Viskometer Stormer yang dimodifikasi digunakan untuk memperoleh kurva-kurva ini. Seperti terlihat pada gambar 4, kedua basis menunjukkan koefisien temperatur dari viskositas plastis yang sama. Hasil ini merupakan suatu kenyataan bahwa basis tersebut mempunyai derajat kelembutan (sofness) yang hampir sama jika diraba diantara dua jari. Kurva “Yield Value” terhadap temperatur ternyata mengikuti pola hubungan yang hampir sama. Kurva pada gambar 5 memperlihatkan dengan jelas perubahan tiksotropi terhadap temperatur yang membedakan kedua basis tersebut ( Petrolatum dan Plastibase). Karena merupakan suatu akibat dari struktur gel, gambar 5 menunjukkan bahwa matriks malam (wax) dari Petrolatum kemungkinan besar pecah dengan naiknya temperatur, sedangkan struktur resin dari Plastibase tahan terhadap perubahan temperatur pada percobaan tersebut.



                Petrolatum








                    Plastibase

   








    Temperatur ( 0C)


Gambar 5 : Koefisien temperatur tiksotropi dari Plastibase.

    Berdasarkan data dan kurva seperti ini, ahli farmasi dalam laboratorium pengembangan dapat memformulasi salep dengan karekteristik konsistensi yang lebih diinginkan, para pekerja pada bagian produksi dapat mengontrol keseragaman dari produk akhir yang lebih baik, dan ahli dermatologi dan pasien dapat mengandalkan adanya suatu basis yang menyebar secara merata dan halus pada berbagai iklim, tapi melekat baik pada daerah dimana obat itu bekerja dan tidak sulit untuk dihilangkan sesudah obat tersebut digunakan.

2.4  Sifat Aliran Pada Serbuk

    Serbuk bulk agak analog dengan cairan non Newton, menunjukkan aliran plastik dan kadang-kadang dilatansi, partikel-partikel dipengaruhi oleh gaya tarik menarik sampai derajat  yang bervariasi. Oleh karena itu, serbuk bisa jadi mengalir bebas (free-flowing) atau melekat. Dalam pengertian khusus yaitu ukuran partikel porositas dan kerapatan, dan kehalusan permukaan. Sifat-sifat dari zat padat yang menentukan besarnya interaksi partikel-partikel.
    Akan halnya partikel-partikel yang relati kecil (kurang dari 10µm), aliran partikel melalui lubang dibatasi karena gaya lekat antara partikel besarnya sama dengan gaya gravitasi. Karena gaya yang terakhir ini merupakan fungsi dari garis tengah yang di naikkan pangkat tiga, gaya-gaya tersebut menjadi lebih bermakna apabila ukuran partikel meningkan dan aliran dipermudah. Laju aliran maksimum dicapai setelah aliran berkurang apabila ukuran partikel mendekati besarnya lubang tersebut. Jika suatu serbuk mengandung sejumlah partikel-partikel kecil, sifat-sifat aliran serbuk bisa diperbaiki dengan menghilangkan “fines” atau mengadsorbsinya pada partikel-partikel yang lebih besar. Kadang kadang, aliran yang jelek bisa diakibatkan karena adanya kelembapan dalam hal mana pengeringan partikel-partikel akan mengurangi lekatnya partikel-partikel tersebut.
    Partikel-partikel panjang atau plat cenderung untuk mengepak walaupun dengan sangat longgar sehingga memberikan serbuk yang mempunyai porositas tinggi. Partikel-partikel dengan kerapatan tinggi dan porositas dalam rendah cenderung untuk mempunyai sifat-sifat bebas mengalir. Ini dapat dikurangi  dengan kasarnya permukaan, yang cenderung mengakibatkan karakteristik aliran yang jelek disebabkan oleh gesekan dan kelekatannya.
    Serbuk bebas mengalir berciri khas menyerupai debu, yang disebut dustibility, suatu batasan yang berarti kebalikan dari kelekatan (stickiness). Likopodium menunjukkan derajat dustibility yang terbesar, jika likopodium diberi angka dustibility (sebarang) 100%, serbuk talk mempunya harga 57%, tepung kentang 27%, arang halus 23%, kalomel yang ditumbuk halus mempunyai dustibility 0,7%. Harga-harga ini harus berhubungan dengan keseragaman menyebarnya serbuk yang ditaburkan bila digunakan ke kulit, dan daya lekat, suatu ukuran kekohesifan partikel dari suatu serbuk yang dikeraskan (compacted powder), adalah penting dalam aliran serbuk melalui mesin pengisi dan dalam pelaksanaan mesin kapsul otomatis.
    Serbuk yang mengsalir tidak baik atau granulat memberikan banyak kesulitan pada industri farmasi. Produksi unit sediaan tablet yang seragam terbukti bergantung pada beberapa sifat granulat. Jika ukuran granular berkurang, variasi berat tablet  pun berkurang. Variasi berat minimum dicapai pada granul yang mempunyai garis tengah 400 sampai 800 µm. Jika ukuran granul dikurangi lagi, granul mengalir kurang bebas dan variasi berat granul meningkat. Distribusi ukuran partikel mempengaruhi aliran dalam dan pemisahan dari suatu granulat.
    Aliran dalam dan granule demixing (yakni kecendrungan serbuk untuk memisah menjadi lapisan-lapisan dengan ukuran berbeda) selama mengalir melalui corong (hopper) membantu penurunan berat teblet selama bagian terakhir dari periode kompresi. Laju alirann dari suatu granulat tablet meningkat denagan meningkatnya jumlah fines yang di tambahkan. Kenaikan jumlah pelincir juga menaikkan laju aliran, dan kombinasi dari pelincir serta penghalus (fines) tampak mempunyai aksi sinergistik.
    Gaya gesekan pada serbuk renggang dapat diukur dengan sudut istirahat (angle of repose), ø. Ini adalah sudut maksimum yang mungkin terdapat antara permukaan dari setumpuk serbuk dan bidang horizontal. Jika ditambahkan bahan lebih banyakketumpukan tersebut, maka serbuk tersebut akan tuyrun ke berbagai sisi sampai gesekan timbal balik dari partikel-partikel tersebut yang menghasilkan suatu permukaan pada sudut ø ada dalam keseimbangan denagn gaya gravitasi. Tangen sudut istirahat sama dengan koefisien gesekan antara partikel-partikel tersebut.
        Tan ø  =  µ
    Jadi, makin kasar dan makin tidak beraturan permukaan dari partrikel, akan makin tinggi sudut istirahatnya. Sudut istirahat terutama merupakan suatu fungsi  dari kekasaran permukaan. Dengan menggunakan batch-batch pasir dengan ukuran yang berdekatan, yang dipisahkan ke dalam ukuran yang berbeda, dibuktikan bahwa dengan meningkatkan bentuk yang semakin jauh dari bentuk bola, sudut istirahat meningkat sedang kerapatan bulk dan kemampuan alir (flowability) berkurang.
    Untuk memperbaiki karakteristik aliran, seringkali ditambahkan pelincir (glidant) pada serbuk granular. Contoh glidant yang umum digunakn adalah magnesium stearat, amilum dan talk. Dengan menggunakan suatu pencatat pengukuran aliran serbuk, yang mengukur berat serbuk yang mengalir per satuan waktu melalui lubang corong (hopper), konsentrasi pelincir optimum adalah 1% atau kurang. Di atas kadar ini, biasanya teramati penurunan dalam laju aliran. Ditemukan tidak  shear cel dan tensile tester.
    Sudut istirahat dari granulat sulfhatiazol sebagai suatu fungsi ukuran partikel rata-rata, adanya pelumas, dan penambahan penghalus (fines) ke dalam campuran. Pada umumnya sudut istirahat meningkat dengan berkurangnya ukuran partikel. Penambahan talk dalam konsentrasi rendah mengurangi sudut istirahat, tapi pada konsentrasi yang lebih tinggi talk akan menaikkan sudut tersebut. Penambahan fines yakni : partikel-partikel yang lebih kecil dari mesh 100 ke dalam granul kasar menghasilkan kenaikan sudut istirahat yang nyata.
    Kemampuan serbuk untuk mengalir merupakan satu diantara faktor-faktor yang termasuk dalam pencampuran bahan-bahan yang berbeda untuk membentuk suatu campuran serbuk. Pencampuran, dan pencegahan ketidakcampuran, merupakan suatu pekerjaan farmasetis yang penting dalam pembuatan bentuk-bentuk sediaan umumnya, termasuk tablet dan kapsul. Faktor-faktorblain yang mempengaruhi proses pencampuran adalah agregasi partikel, ukuran, bentuk, perbedaan kerapatan, dan adanya muatan listrik statis.