BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi dalam kehamilan merupakan
5-15% penyulit kehamilan dan merupakan satu
dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di
Indonesia mortalitas dan morbidotas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas , jiiga oleh
perawatan dalam persalina masih dtangani oleh petugas nonmedik dan system
rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami olh
setiap lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi
dalam kehamilan harus banar-benar dipahami oleh semua tenaga
medis baik pusat maupun daerah.
Hipertensi gestasional
merupakan jenis hipertensi yang paling beresiko pada kehamilan. Angka kejadian
hipertensi gestasional pada wanita primigravida adalah 6-17% sedangkan pada
wanita multigravida angka kejadian hipertensi gestasional adalah 2-4%. Hipertensi
gestasional apabila tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi preeklamsia
yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin.
Terapi obat antihipertensi
pada kasus hipertensi gestasional bertujuan untuk menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas ibu, menurunkan angka prematuritas, serta menjaga tekanan darah
sistolik kurang dari 150 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-100 mmHg.
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum
dapat memberikan pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan
terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap),
volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat).
Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui
pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan
obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon
progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan
progesteron mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam
metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan. Hipertensi
dalam kehamilan dapat dialami olh setiap lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan
tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus banar-benar dipahami oleh
semua tenaga medic baik pusat maupun daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. HIPERTENSI
Hipertensi adalah penyakit Kardiovaskular terbanyak.
Etiologi
Berdasarkan
penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi primer / Hipertensi esensial yang (
tidak diketahui penyebabnya ) disebut juga hipertensi idiopatik. → Terdapat
sekitar 95 % kasus
Faktor yang
mempengaruhuinya seperti :
Genetik, Lingkungan, Hiperaktivitas susunan saraf simpatis, Sistem renin-angiotensin, Defek
dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas,
alkohol, merokok
2. Hipertensi
sekunder atau hipertensi renal. Terdapat 5 % kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui, seperti Penyakit Ginjal (Stenosis arteri renalis,
Pielonefritis, Glomerulonefritis, Tumor-tumor ginjal, Penyakit ginjal polikista
(biasanya diturunkan), Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal), Terapi
penyinaran yang mengenai ginjal, penggunaan estrogen, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, Preeklamsi pada kehamilan, dll
Patogenesis
·
Teori tentang patogenesis terus berkembang
·
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan
tahanan perifer
·
Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung
meningkat, tahanan perifer normal, disebabkan peningkatan aktifitas simpatik
·
Tahap selanjutnya, curah jantung kembali normal
sedangkan tahanan perifer meningkat. ( ini disebabkan refleks autoregulasi, yaitu :mekanisme tubuh
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal)
·
Meningkatnya
tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
1.
Jantung
memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
2.
Arteri
besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. (arteriosklerosis )
3.
Bertambahnya
cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini
terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam
tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga
meningkat.
Gejala Klinis
·
Tekanan darah meningkat
·
Kadang tanpa gejala
·
Berdasarkan survey hipertensi ditemukan gejala :
Sakit kepala, Pusing, Migren,
Epistaksis ( jarang ), cepat marah, telinga berdenging, susah tidur, Sesak
nafas, rasa berat ditengkuk, mata berkunang-kunang
·
Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi
hipertensi :
ü
Gangguan penglihatan
ü
Gangguan Neurologi
ü
Gagal jantung
ü
Gangguan fungsi ginjal
Menegakkan
Diagnosis
·
Hipertensi ditegakkan dengan dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali
terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis
·
Pengukuran
tekanan darah darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah
beristirahat selama 5 menit
·
Anamnesis
: Lama menderitanya, riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang berkaitan
seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, riwayat penyakit dalam
keluarga, kebiasaan seperti merokok,
makanan, pemakaian obat bebas,
hasil antihipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan (
keluarga, pekerjaan, dll )
Pemeriksaan Penunjang
·
Pemeriksaan
laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan
adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi
·
Pemeriksaan
: urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah ( kalium, natrium,
kreatinin, gula darah puasa, kolesterol
total, kolesterol HDL, dan EKG
·
Pemeriksaan
tambahan : Protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL
2. HIPERTENSI
PADA KEHAMILAN
a. Pengertian Hipertensi Pada
Kehamilan
Penyakit darah tinggi atau
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan
angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur
tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(Sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.
Referensi
lain megatakan bahwa hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolic ≥
140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan dua kali
selang empat jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≤30 mmHg sebagai parameter
hipertensi sudah tidak dipakai lagi.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang bisa dikatakan penderita hipertensi apabila tekanan darah sistolik sama atau lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik sama atau lebih tinggi dari 90 mmHg. Resiko hipertensi semakin meningkat pada usia 50-an keatas, hampir 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya sebenarnya, sebagian besar hipertensi tidak memberikan gejala ( asistomatis )Hipertensi biasanya tidak menunjukkan gejala dan tanda. Hal inilah mengapa sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Hanya pemeriksaan tekanan darah tinggi dengan menggunakan alat pemeriksa tekanan darah tinggi diagnosa hipertensi dapat ditegakkan.
b. Penyebab dan Dampak Hipertensi pada Kehamilan
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belumdiketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi tidak satupun teori yang dianggap mutlak dikatakan benar seperti teori genetik dan adptasi kardiovaskular, teori defisiensi gizi dan lain-lain.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang bisa dikatakan penderita hipertensi apabila tekanan darah sistolik sama atau lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik sama atau lebih tinggi dari 90 mmHg. Resiko hipertensi semakin meningkat pada usia 50-an keatas, hampir 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya sebenarnya, sebagian besar hipertensi tidak memberikan gejala ( asistomatis )Hipertensi biasanya tidak menunjukkan gejala dan tanda. Hal inilah mengapa sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Hanya pemeriksaan tekanan darah tinggi dengan menggunakan alat pemeriksa tekanan darah tinggi diagnosa hipertensi dapat ditegakkan.
b. Penyebab dan Dampak Hipertensi pada Kehamilan
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belumdiketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi tidak satupun teori yang dianggap mutlak dikatakan benar seperti teori genetik dan adptasi kardiovaskular, teori defisiensi gizi dan lain-lain.
Penggunaan
obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat
hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus
menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah
tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung
alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya
tekanan darah tinggi.
3. OBAT ANTIHIPERTENSI YANG AMAN BAGI IBU HAMIL
a. α-Metildopa :
a. α-Metildopa :
Metildopa merupakan obat
pilihan utama untuk hipertensi kronik parah pada kehamilan (tekanan diastolik
lebih dari 110 mmHg) yang dapat menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan
hemodinamik janin. Obat ini termasuk golongan α2-agonis sentral yang mempunyai
mekanisme kerja dengan menstimulasi reseptor α2-adrenergik di otak. Stimulasi
ini akan mengurangi aliran simpatik dari pusat vasomotor di otak. Pengurangan
aktivitas simpatik dengan perubahan parasimpatik akan menurunkan denyut jantung,
cardiac output, resistensi perifer, aktivitas renin plasma, dan refleks
baroreseptor. Metildopa aman bagi ibu dan anak, dimana telah digunakan dalam
jangka waktu yang lama dan belum ada laporan efek samping pada pertumbuhan dan
perkembangan anak. Metildopa memiliki faktor resiko B pada Kehamilan.
Metildopa
Nama Dagang : Dopamet (Alpharma) tablet salut selaput 250 mg, Medopa
(Armoxindo) tablet salut selaput 250 mg, Tensipas (Kalbe Farma) tablet salut
selaput 125 mg, 250 mg, Hyperpax (Soho) tablet salut selaput 100 mg.
Indikasi : Hipertensi,
bersama dengan diuretika, krisis hipertensi jika tidak diperlukan efek segera.
Kontraindikasi : Depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma, porfiria,
dan hipersensitifitas
Efek samping : mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare, retensi
cairan, kerusakan hati, anemia hemolitika, sindrom mirip lupus eritematosus,
parkinsonismus, ruam kulit, dan hidung tersumbat
Peringatan : mempengaruhi
hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada gagal ginjal, disarqankan
untuk melaksanakan hitung darah dan uji fungsi hati, riwayat depresi
Dosis dan aturan
pakai : oral 250mg 2 kali sehari setelah makan, dosis maksimal 4g/hari, infus
intravena 250-500 mg diulangi setelah enam jam jika diperlukan.
b. Labetalol
Labetalol merupakan antihipertensi non kardioselektif yang memiliki kerja
penghambat beta lebih dominan dibandingkan antagonis alfa. Melalui penggunaan
labetalol, tekanan darah dapat diturunkan dengan pengurangan tahanan sistemik
vaskular tanpa perubahan curah jantung maupun frekuensi jantung yang nyata
sehingga hipotensi yang terjadi kurang disertai efek takikardia. Selain itu,
labetalol juga dapat melakukan blokade terhadap efek takikardia neonates yang
disebabkan oleh terapi beta bloker pada ibu . Sehingga labetalol dapat
dikatakan sebagai obat alternative yang lebih aman dan efektif
diberikan pada kehamilan.
Pemberian
labetalol dapat secara oral maupun injeksi bolus intravena. Dosis oral harian
labetalol berkisar dari 200-2400 mg/hari dengan dosis awal 2 x 100 mg. Dosis
pemeliharaan biasanya 2 x 200-400 mg/hari. Akan tetapi pada pasien dengan
hipertensi
gawat, dosis dapat mencapai 1,2 hingga 2,4 gram/hari.
Labetalol sebagai suntikan bolus intravena secara berulang-ulang 20-80 mg untuk mengobati hipertensi gawat. Mabie, dkk (1987) memberikan labetalol 10 mg IV sebagai dosis awal. Apabila tekanan darah tidak berkurang dalam waktu 10 menit, pasien diberi 20 mg. Dalam 10 menit berikutnya adalah 40 mg yang diikuti 40 mg dan kemudian 80 mg apabila belum tercapai respon yang bermanfaat. Sedangkan The Working Group (2000) merekomendasikan bolus 20 mg IV sebagai dosis awal. Apabila tidak efektif dalam 10 menit, dosis dilanjutkan dengan 40 mg, kemudian 80 mg setiap 10 menit, hingga dosis total sebanyak 220 mg.
Efek samping yang sering timbul adalah kelelahan, lemah, sakit kepala, diare, edema, mata kering, gatal pada kulit kepala dan seluruh tubuh serta susah tidur. Hipotensi postural juga dapat terjadi akan tetapi sangat jarang.
Labetalol sebagai suntikan bolus intravena secara berulang-ulang 20-80 mg untuk mengobati hipertensi gawat. Mabie, dkk (1987) memberikan labetalol 10 mg IV sebagai dosis awal. Apabila tekanan darah tidak berkurang dalam waktu 10 menit, pasien diberi 20 mg. Dalam 10 menit berikutnya adalah 40 mg yang diikuti 40 mg dan kemudian 80 mg apabila belum tercapai respon yang bermanfaat. Sedangkan The Working Group (2000) merekomendasikan bolus 20 mg IV sebagai dosis awal. Apabila tidak efektif dalam 10 menit, dosis dilanjutkan dengan 40 mg, kemudian 80 mg setiap 10 menit, hingga dosis total sebanyak 220 mg.
Efek samping yang sering timbul adalah kelelahan, lemah, sakit kepala, diare, edema, mata kering, gatal pada kulit kepala dan seluruh tubuh serta susah tidur. Hipotensi postural juga dapat terjadi akan tetapi sangat jarang.
B. PENGOBATAN HIPERTENSI PADA IBU HAMIL
Banyak
sekali tipe obat berbeda yang dapat digunakan untuk pengobatan tekanan darah
tinggi (hipertensi) yang disebut dengan antihypertensive medicines (obat-obat
anti hipertensi). Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi tekanan darah dan
mengembalikannya pada ukuran normal dengan obat-obat yang mudah di konsumsi,
tersedia, jumlahnya sedikit mungkin, jika memungkinkan tanpa ada efek samping.
Tujuan pengobatan tersebut hampir selalu tercapai pada pengobatan hipertensi.
Jika tekanan darah tinggi hanya bisa di kendalikan dengan obat-obatan medis,
maka perlu mengkonsumsi obat-obatan itu untuk sisa hidup.
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pengobatan hipertensi kehamilan maka
perlu diketahui mekanisme pengobatan hipertensi secara umum, sebab pengobatan
hipertensi secara umum tidak jauh beda dengan pengobata hipertensi pada
kehamilan, tapi pada absorpsi obat dan dampak pengobatan dan hipertensi itu sendiri
pada janinnya.
Jenis-jenis obat anti hipertensi (tekanan darah tinggi)
·
Diuretik
Obat-obat jenis ini membantu tubuh untuk meniadakan tubuh dari cairan dan
sodium yang berlebihan sehingga pembuluh darah tidak terlalu berat bekerja
karena terlalu banyaknya cairan dalam tubuh. ACE
inhibitor bekerja dengan mencegah suatu bahan kimia dalam darah, angiotensin I,
dari yang diubah menjadi suatu zat yang meningkatkan retensi garam dan air
dalam tubuh. Obat ini juga membuat pembuluh darah
rileks, yang selanjutnya mengurangi tekanan darah.
Obat ini bertindak pada langkah selanjutnya dalam proses yang sama yang ACE inhibitor mempengaruhi. Seperti inhibitor ACE, mereka menurunkan tekanan darah dengan pembuluh relaxingblood.
Obat ini bertindak pada langkah selanjutnya dalam proses yang sama yang ACE inhibitor mempengaruhi. Seperti inhibitor ACE, mereka menurunkan tekanan darah dengan pembuluh relaxingblood.
·
Beta blockers
Beta blocker mempengaruhi respon tubuh terhadap impuls saraf tertentu. Hal
ini, pada gilirannya, menurunkan tingkat kekuatan dan kontraksi jantung, yang
menurunkan tekanan darah. Dilator Pembuluh darah (vasodilator),
seperti hydralazine (Apresoline) dan minoxidil (Loniten). Obat ini menurunkan
tekanan darah dengan relaksasi otot-otot di dinding pembuluh darah.
·
Kalsium channel blockers
Kalsium channel blocker, seperti amlopidine (Norvasc), diltiazem (Cardizem),
isradipine (DynaCirc), nifedipin (Adalat, Procardia), dan Obat verapamil
(Calan, Isoptin, Verelan). di grup ini memperlambat gerakan kalsium ke dalam
sel pembuluh darah. This relaxes the blood vessels and lowers blood pressure.
Hal ini menenangkan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah.
Obat ini mengontrol tekanan darah dengan menghilangkan kelebihan garam dan air dari tubuh. Saraf blocker, seperti methyldopa alpha (Aldomet), clonidine (Catapres), guanabenz (Wytensin), guanadrel (Hylorel), guanethidine (Ismelin), prazosin (Minipress), derivatif rauwolfia (reserpin), dan terazosin (Hytrin).. Obat ini kontrol impuls saraf di sepanjang jalur saraf tertentu. Hal ini memungkinkan vesselsto darah rileks dan menurunkan tekanan darah.
Prinsip pengobatan Hipertensi
Mengurangi besarnya desakan isi pembuluh terhadap dinding arteri dengan cara :
a. Mengurangi besarnya isi volume darah
b. Membuat pembuluh darah lebih rileks, tidak spasme/kejang
c. Melebarkan pembuluh darah.
Akibat yang ditimbulkan oleh hipertensi:
a. Hipertropi otot jantung akibat dari hiperfungsi
Obat ini mengontrol tekanan darah dengan menghilangkan kelebihan garam dan air dari tubuh. Saraf blocker, seperti methyldopa alpha (Aldomet), clonidine (Catapres), guanabenz (Wytensin), guanadrel (Hylorel), guanethidine (Ismelin), prazosin (Minipress), derivatif rauwolfia (reserpin), dan terazosin (Hytrin).. Obat ini kontrol impuls saraf di sepanjang jalur saraf tertentu. Hal ini memungkinkan vesselsto darah rileks dan menurunkan tekanan darah.
Prinsip pengobatan Hipertensi
Mengurangi besarnya desakan isi pembuluh terhadap dinding arteri dengan cara :
a. Mengurangi besarnya isi volume darah
b. Membuat pembuluh darah lebih rileks, tidak spasme/kejang
c. Melebarkan pembuluh darah.
Akibat yang ditimbulkan oleh hipertensi:
a. Hipertropi otot jantung akibat dari hiperfungsi
b. Penebalan dinding pembuluh darah, (arteriosklerosis)
karena usaha menahan naiknya tekanan pada dinding pembuluh.
c. Meningkatnya fragilitas pembuluh darah, sehingga rentang terjadi rupture dan perdarahan pada otak maupun organ lain.
c. Meningkatnya fragilitas pembuluh darah, sehingga rentang terjadi rupture dan perdarahan pada otak maupun organ lain.
Uraian diatas merupakan jenis obat yang digunakan pada pengidap hipertensi
secara umum, namun tidak semua dari jenis obat diatas dapat digunakan pada ibu
hamil, karena memikirkan keadaan janin yang dikandung.
Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan
kedua dan ketiga dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan
oligohidramnion (berkurangnya cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama
kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem, nifedipin) dapat
mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan dengan
hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β
(propranolol, labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung
melambat) pada janin maupun bayi baru lahir. Golongan diuretic (asetazolamid)
dapat mengakibatkan gangguan elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan
gangguan sistem renin-angiotensin sehingga menyebabkan kematian pada janin.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. Penyakit
darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic
(bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun
alat digital lainnya.
b. Penyebab
hipertensi dalam kehamilan hingga kini belumdiketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi
tidak satupun teori yang dianggap mutlak dikatakan benar seperti teori genetik
dan adptasi kardiovaskular, teori defisiensi gizi dan lain-lain.
c.
Metildopa merupakan obat pilihan utama untuk hipertensi kronik parah pada
kehamilan (tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg) yang dapat menstabilkan
aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik janin.
d. Metildopa
aman bagi ibu dan anak, dimana telah digunakan dalam jangka waktu yang lama dan
belum ada laporan efek samping pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
e.
Labetalol merupakan antihipertensi non kardioselektif yang memiliki kerja
penghambat beta lebih dominan dibandingkan antagonis alfa. Sehingga labetalol
dapat dikatakan sebagai obat alternative yang lebih aman dan efektif diberikan
pada kehamilan.
f. Tujuan
pengobatan adalah untuk mengurangi tekanan darah dan mengembalikannya pada
ukuran normal dengan obat-obat yang mudah di konsumsi, tersedia, jumlahnya
sedikit mungkin, jika memungkinkan tanpa ada efek samping.
g. Penghambat
ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan ketiga dapat
mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion (berkurangnya
cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan.
B. SARAN
Pengobatan tekanan darah tinggi dimulai dengan
perubahan-perubahan gaya hidup untuk membantu menurunkan tekanan darah dan
mengurangi resiko terkena penyakit jantung. Jika perubahan-perubahan itu tidak
memberikan hasil, mungkin anda perlu mengkonsumsi obat-obat untuk penderita
darah tinggi, tentu saja dengan berkonsultasi dengan dokter. Bahkan jika anda
harus mengkonsumsi obat-obatan, alangkah baiknya disertai dengan perubahan gaya
hidup yang dapat membantu anda mengurangi jumlah atau dosis obat-obatan yang
anda konsumsi.