1. PENDAHULUAN
Kumbang Rhynchophorus sp
merupakan salah satu spesies serangga yang merupakan hama yang banyak
menyerang tanaman kelapa, sagu, kelapa sawit, dan aren di wilayah India dan
Asia Selatan. Hama kumbang ini merupakan hama kumbang kelapa yang paling
berbahaya, karena serangan kumbang ini sulit dideteksi dan hanya diketahui jika
tanaman kelapa telah terinfeksi dan rusak berat. Sementara itu juga telah
dijumpai bahwa populasi kumbang ini mengalami peningkatan yang sangat
signifikan hampir di seluruh wilayah serangan.
Pengendalian secara mekanis,
biologis, kimiawi menggunakan pestisida ataupun eradikasi tidak cukup efektif
untuk menghambat serangan kumbang Rhynchophorus. Apalagi penerapan cara kimiawi
dengan menggunakan insektisida sintetis seringkali hanya berorientasi pada
pengendalian jangka pendek yang umumnya dilakukan jika tanda-tanda gangguan serangga
hama mulai nampak serta tanpa memperhatikan siklus atau populasi serangga.
Dalam upaya untuk
mempertahankan atau sekaligus meningkatkan produksi kelapa perlu dikembangkan sistem pengendalian serangga hama yang
efektif, efisien dan ramah lingkungan dengan menggunakan feromoid sintetis yang
dirakit dalam teknik pengendalian secara terpadu. Penggunaan perangkap kumbang
yang mengandung feromon kumbang jantan dan dicampur dengan sumber-sumber
makanan kumbang seperti gula tebu merupakan umpan yang sangat penting untuk
menurunkan populasi kumbang tersebut.
Untuk menghasilkan sistem
pengendalian serangga seperti tersebut di atas, dilakukan pendekatan melalui
program sintesis terhadap senyawa-senyawa feromon yang disekresi oleh kumbang
kelapa Indonesia (Rhynchophorus spp). Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya telah diketahui bahwa struktur molekul feromon kumbang kelapa
Indonesia, yaitu R. ferrugineus
terdiri atas 4-metil-5-nonanol dan 4-metil-5-nonanon serta R.shach
terdiri atas 3-metil-4-oktanol dan 6-metil-2hepten-4-ol. Mengingat
pentingnya fungsi
dari senyawa feromon
tersebut, maka
diperlukan sintesis senyawa ini di laboratorium.
Bahan dasar yang dipakai
untuk sintesis dapat diperoleh dengan menggunakan teknik analisis retrosintesis
terhadap molekul target. Retrosintesis merupakan pengerjaan mundur dari molekul
target secara berurutan sampai diperoleh bahan dasar. Sedangkan sintesis
dilakukan melalui arah kebalikan dari metode retrosintesis.
Berdasarkan hasil analisis retrosintesis,
senyawa 3-metil-4-oktanol dapat dibuat menggunakan bahan dasar n-pentanal dan 2-bromo
butana. Sedangkan untuk sintesis 4-metil-5-nonanol menggunakan 2-bromopentana
1.1 Rhynchophorus sp
Rhynchophorus ssp terdapat beberapa
jenis, yaitu: Rhynchophorus ferrugine, Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas
Schach, F dan Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Papuanus, Kirsch.
Perbedaannya terletak pada bentuk, ukuran dan rupa kumbang dewasa. Kumbang
betina biasanya meletakkan telur pada bekas luka gerekan Oryctes. Bila serangan
terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon.
Taksonomi Rhynchophorus ferrugineus
Kingdom
|
: Animalia
|
Phylum
|
|
Class
|
: Insecta
|
Order
|
|
Famili
|
|
Genus
|
|
Species
|
: R. ferrugineus
|
Larva kumbang ini dapat
menggali lubang pada pohon
palem sampai satu meter
panjangnya, sehingga melemahkan dan akhirnya membunuh tanaman inang.
Akibatnya, kumbang ini dianggap sebagai hama utama pada
perkebunan kelapa, termasuk kelapa
, kurma dan kelapa sawit.
Taksonomi Rhynchophorus schach
Class : Insecta
Order :
Coleoptera
Family : Dryophthoridae
Genus : Rhynchophorus
Species :
Rhynchophorus schach
1.2 Feromon
Feromon adalah suatu zat
kimia yang sangat spesifik dan jumlahnya sangat sedikit disekresi oleh serangga sebagai
alat komunikasi dengan serangga lain yang sejenis. Feromon bermanfaat dalam monitoring
populasi maupun pengendalian hama. Pemasangan
feromon secara masal dan terus menerus dapat mengurangi jumlah kumbang Rhinoceros spp secara
signifikan dan dapat menjadi sarana monitoring hama
tersebut. Penggunaan feromon cukup murah karena biayanya hanya 20% dari
biaya penggunaan insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Selain
harganya murah, cara aplikasinya di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga
kerja.
Feromon dikeluarkan melalui abdomen pada
segmen ke 4 dan 5 pada serangga yang disekresikan oleh kelenjar eksokrin.
Struktur senyawa feromon yaitu alkohol dan aldehid. Struktur senyawa yang
dihasilkan bersifat spesifik sehingga reseptor yang dipunyai spesifik pula.
Setelah sampai di antena serangga target, senyawa feromon tersebut akan dicapai
ke otak melalui sel saraf dan barulah diterima oleh sel penerima.
Agar dapat menimbulkan rangsang, harus
ada serangga lain yang menangkap isyarat ini. Kebanyakan tanggapan atas
rangsang ini seragam, yakni apabila konsentrasi feromon telah melebihi kadar
konsentrasi tertentu. Semakin dekat konsentrasi semakin tinggi, demikian pula
semakin menjauh dari sumber emisi konsentrasi semakin rendah dan tidak mampu
menimbulkan rangsang. Dengan demikian terbentuk semacam ruang tempat serangga
lain menangkap isyarat atau rangsang kimiawi untuk kemudian bereaksi menanggapi
rangsang tersebut.
Jika feromon dilepas dalam jangka waktu
cukup lama, maka ruang aktif akan menjadi cukup besar. Ruang aktif yang lebih
besar diperlukan bila penerima memiliki alat deteksi isyarat yang tak terlampau
peka dibanding bila penerima memiliki alat yang peka. Dengan mengubah-ubah laju
emisi, kepekaan penerima dan jenis isyarat yang dikeluarkan, maka serangga
dapat mencapai tujuan komunikasi kimiawi berhubungan dengan perilaku tertentu.
2.
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Alat
Alat yang digunakan
meliputi
·
alat refluks
·
hot plate
·
neraca analitik
·
Beaker glass
·
pengaduk magnetic
·
alat destilasi
·
corong pisah
·
rotary evaporator vakum
·
refraktometer
·
spektrofotometer Infra Red (lR)
·
kromatograsi gas (GC)
·
kromatografi
gas-spektrofotometer mass (GC-MS)
2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi n-pentanal, bromo butana, dietileter, logam
magnesium, Kristal iodin, natrium hydrogen karbonat, ammonium klorida,
magnesium sulfat hepta hidrat.
2.3 Sintesis Feromon 3-metil 4-oktanol

Catatan = untuk sintesis 4-metil-5-nonanol menggunakan 2- bromopentana (15,23 mL)
2.4 Karakterisasi Senyawa Feromon Hasil Sintesis
Berat jenis senyawa hasil
sintesis ditentukan dengan cara menimbang berat cairan sebanyak 2 ml.
Selanjutnya dihitung berat jenis cairan senyawa hasil sintesis. Identifikassi
indeks bias senyawa hasil sintesis dilakukan dengan dengan meneteskan cairan di
atas kaca preparat pada alat refraktometer Stancor S84006.
Karakterisasi dengan GC-MS
dilakukan sebagai berikut : cairan hasil sintesis dianalisis dengan kromatografi
gas-spektrometri massa (GC-MS) tipe SHIMADZU QP-5000, jenis kolom DB-1, panjang
30 m, suhu kolom 40-2500 C (50C/menit),
gas pembawa He (10 Kpa), injektor mode: split (1 : 80), suhu 280 C, suhu
detektor 280 C dan jumlah injeksi sampel 0,2 µl, sedangkan karakterisasi dengan FT-IR dilakukan sebagai
berikut : Masing-masing cairan destilat diteteskan pada plat KBr spectrograde, dan
dimasukkan dalam sampel holder FT-IR, kemudian discanning pada
bilangan gelombang 4000-600 cm-1
Pendekatan yang dipakai
dalam merancang sintesis feromon kumbang kelapa 4-metil-5-oktanol R.
ferrugineus) dan 3-metil-4-oktanol(R. shach), dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara retrosintesis. Salah satu hasil retrosintesis terhadap molekul-molekul
tersebut diperoleh prekursor berupa
senyawa aldehid dan alkilhalida untuk jalur yang melalui reaksi Grignard. Jalur
reaksi ini dipandang sebagai jalur sintesis yang paling efisien,baik ditinjau
dari aspek proses sintesis, karena hanya berlangsung dalam satu tahap reaksi ataupun
dari aspek kondisi reaksi, yaitu tanpa pemanasan atau pendinginan yang ekstrim
dan kup hanya menggunakan air-es.
Berdasarkan hasil pengolahan
data total ionic chromatogram , TIC , dapat diketahui bahwa persentase
konversi (rendemen) dalam proses sintesis feromon ini relatif tinggi,
yaitu berturut-turut untuk 4-metil-5-nonanol (51,28 %) dan 3 metil-4oktanol
(85,90%). Pola spektra massa hasil karakterisasi senyawa 4-metil-5-nonanol
tak diketahui adanya ion M+ tetapi diawali dengan pelepasan molekul
H2 dan menghasilkan ion fragmen m/e 156. Berikutnya ion fragmen ini
secara berurutan melepaskan gugus -:CH2 , -CH3• atau
-:CH•, sehingga diperoleh berturut-turut ion fragmen m/e 142, m/e 127, m/e 113, m/e 100, m/e 85,
m/e 71 dan m/e 57 sebagai puncak dasar.
Spektra massa
3-metil-4-oktanol dijumpai adanya
ion dengan m/e 144 sangat lemah. Munculnya
ion M+ dengan intensitas lemah jugasebagai karakter
bentuk lain ion molekul darialkohol sekunder [7]. Fragmentasi
berikutnyaberturut-turut melalui pelepasan molekul H, gugus-gugus -CH3•, -:CH• dan :CH2, sehingga diperolehion-ion fragmen m/e 142, m/e
127, m/e 114 dan m/e 100. Ion paling akhir
mengalami penataan ulang,kemudian melepaskan gugus -CH3•,yang diikutilepasnya molekul C2H4, sehingga
terbentuk ion fragmen m/e 85 dan m/e 57 (puncak dasar).
.
bisa cantumkan sumber pendahuluan dari kumbang dan feromonnya?
BalasHapus