Minggu, 14 September 2014

Feromon pada kumbang

1.     PENDAHULUAN
Kumbang Rhynchophorus sp merupakan salah satu spesies serangga yang merupakan hama yang banyak menyerang tanaman kelapa, sagu, kelapa sawit, dan aren di wilayah India dan Asia Selatan. Hama kumbang ini merupakan hama kumbang kelapa yang paling berbahaya, karena serangan kumbang ini sulit dideteksi dan hanya diketahui jika tanaman kelapa telah terinfeksi dan rusak berat. Sementara itu juga telah dijumpai bahwa populasi kumbang ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan hampir di seluruh wilayah serangan.
Pengendalian secara mekanis, biologis, kimiawi menggunakan pestisida ataupun eradikasi tidak cukup efektif untuk menghambat serangan kumbang Rhynchophorus. Apalagi penerapan cara kimiawi dengan menggunakan insektisida sintetis seringkali hanya berorientasi pada pengendalian jangka pendek yang umumnya dilakukan jika tanda-tanda gangguan serangga hama mulai nampak serta tanpa memperhatikan siklus atau populasi serangga. 
Dalam upaya untuk mempertahankan atau sekaligus meningkatkan produksi kelapa perlu dikembangkan  sistem pengendalian serangga hama yang efektif, efisien dan ramah lingkungan dengan menggunakan feromoid sintetis yang dirakit dalam teknik pengendalian secara terpadu. Penggunaan perangkap kumbang yang mengandung feromon kumbang jantan dan dicampur dengan sumber-sumber makanan kumbang seperti gula tebu merupakan umpan yang sangat penting untuk menurunkan populasi kumbang tersebut.
Untuk menghasilkan sistem pengendalian serangga seperti tersebut di atas, dilakukan pendekatan melalui program sintesis terhadap senyawa-senyawa feromon yang disekresi oleh kumbang kelapa Indonesia (Rhynchophorus spp). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa struktur molekul feromon kumbang kelapa Indonesia, yaitu R. ferrugineus  terdiri atas 4-metil-5-nonanol dan 4-metil-5-nonanon serta R.shach terdiri atas 3-metil-4-oktanol dan 6-metil-2hepten-4-ol. Mengingat pentingnya fungsi dari senyawa feromon tersebut, maka diperlukan sintesis senyawa ini di laboratorium.
Bahan dasar yang dipakai untuk sintesis dapat diperoleh dengan menggunakan teknik analisis retrosintesis terhadap molekul target. Retrosintesis merupakan pengerjaan mundur dari molekul target secara berurutan sampai diperoleh bahan dasar. Sedangkan sintesis dilakukan melalui arah kebalikan dari metode retrosintesis.
Berdasarkan hasil analisis retrosintesis, senyawa 3-metil-4-oktanol dapat dibuat menggunakan bahan dasar n-pentanal dan 2-bromo butana. Sedangkan untuk sintesis 4-metil-5-nonanol menggunakan 2-bromopentana

1.1 Rhynchophorus sp
Rhynchophorus ssp terdapat beberapa jenis, yaitu: Rhynchophorus ferrugine, Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Schach, F dan Rhynchophorus ferrugineus, Oliv varietas Papuanus, Kirsch. Perbedaannya terletak pada bentuk, ukuran dan rupa kumbang dewasa. Kumbang betina biasanya meletakkan telur pada bekas luka gerekan Oryctes. Bila serangan terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon.







Taksonomi Rhynchophorus ferrugineus
Kingdom
Phylum
Class
Order
Famili
Genus
Species
: R. ferrugineus








Larva kumbang ini dapat menggali lubang pada pohon palem sampai satu meter panjangnya, sehingga melemahkan dan akhirnya membunuh tanaman inang. Akibatnya, kumbang ini dianggap sebagai hama utama pada perkebunan kelapa, termasuk kelapa , kurma dan kelapa sawit.
Taksonomi Rhynchophorus schach
Class                            : Insecta
Species                        : Rhynchophorus schach

1.2 Feromon
Feromon adalah suatu zat kimia yang sangat spesifik dan jumlahnya  sangat sedikit disekresi oleh serangga sebagai alat komunikasi dengan serangga lain yang sejenis. Feromon bermanfaat dalam monitoring populasi maupun pengendalian hama. Pemasangan feromon secara masal dan terus menerus dapat mengurangi jumlah kumbang Rhinoceros spp secara signifikan dan dapat menjadi sarana monitoring hama tersebut. Penggunaan feromon cukup murah karena biayanya hanya 20% dari biaya penggunaan insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Selain harganya murah, cara aplikasinya di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja.
Feromon dikeluarkan melalui abdomen pada segmen ke 4 dan 5 pada serangga yang disekresikan oleh kelenjar eksokrin. Struktur senyawa feromon yaitu alkohol dan aldehid. Struktur senyawa yang dihasilkan bersifat spesifik sehingga reseptor yang dipunyai spesifik pula. Setelah sampai di antena serangga target, senyawa feromon tersebut akan dicapai ke otak melalui sel saraf dan barulah diterima oleh sel penerima.
Agar dapat menimbulkan rangsang, harus ada serangga lain yang menangkap isyarat ini. Kebanyakan tanggapan atas rangsang ini seragam, yakni apabila konsentrasi feromon telah melebihi kadar konsentrasi tertentu. Semakin dekat konsentrasi semakin tinggi, demikian pula semakin menjauh dari sumber emisi konsentrasi semakin rendah dan tidak mampu menimbulkan rangsang. Dengan demikian terbentuk semacam ruang tempat serangga lain menangkap isyarat atau rangsang kimiawi untuk kemudian bereaksi menanggapi rangsang tersebut.
Jika feromon dilepas dalam jangka waktu cukup lama, maka ruang aktif akan menjadi cukup besar. Ruang aktif yang lebih besar diperlukan bila penerima memiliki alat deteksi isyarat yang tak terlampau peka dibanding bila penerima memiliki alat yang peka. Dengan mengubah-ubah laju emisi, kepekaan penerima dan jenis isyarat yang dikeluarkan, maka serangga dapat mencapai tujuan komunikasi kimiawi berhubungan dengan perilaku tertentu.

2.     METODOLOGI PENELITIAN
2.1  Alat
Alat yang digunakan meliputi
·         alat refluks
·         hot plate
·         neraca analitik
·         Beaker glass
·         pengaduk magnetic
·         alat destilasi
·         corong pisah
·         rotary evaporator vakum
·         refraktometer
·         spektrofotometer Infra Red (lR)
·         kromatograsi gas (GC)
·         kromatografi gas-spektrofotometer mass (GC-MS)
2.2  Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi n-pentanal, bromo butana, dietileter, logam magnesium, Kristal iodin, natrium hydrogen karbonat, ammonium klorida, magnesium sulfat hepta hidrat.




2.3 Sintesis Feromon 3-metil 4-oktanol























Catatan = untuk sintesis 4-metil-5-nonanol menggunakan 2- bromopentana (15,23 mL)

2.4 Karakterisasi Senyawa Feromon Hasil Sintesis 
Berat jenis senyawa hasil sintesis ditentukan dengan cara menimbang berat cairan sebanyak 2 ml. Selanjutnya dihitung berat jenis cairan senyawa hasil sintesis. Identifikassi indeks bias senyawa hasil sintesis dilakukan dengan dengan meneteskan cairan di atas kaca preparat pada alat refraktometer Stancor S84006.
Karakterisasi dengan GC-MS dilakukan sebagai berikut : cairan hasil sintesis dianalisis dengan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS) tipe SHIMADZU QP-5000, jenis kolom DB-1, panjang 30  m, suhu kolom 40-2500 C (50C/menit), gas pembawa He (10 Kpa), injektor mode: split (1 : 80), suhu 280 C, suhu detektor 280 C dan jumlah injeksi sampel 0,2 µl, sedangkan  karakterisasi dengan FT-IR dilakukan sebagai berikut : Masing-masing cairan destilat diteteskan pada plat KBr spectrograde, dan dimasukkan dalam sampel holder FT-IR, kemudian discanning pada bilangan gelombang 4000-600 cm-1

Pendekatan yang dipakai dalam merancang sintesis feromon kumbang kelapa 4-metil-5-oktanol R. ferrugineus) dan 3-metil-4-oktanol(R. shach), dalam penelitian ini dilakukan dengan cara retrosintesis. Salah satu hasil retrosintesis terhadap molekul-molekul tersebut diperoleh  prekursor berupa senyawa aldehid dan alkilhalida untuk jalur yang melalui reaksi Grignard. Jalur reaksi ini dipandang sebagai jalur sintesis yang paling efisien,baik ditinjau dari aspek proses sintesis, karena hanya berlangsung dalam satu tahap reaksi ataupun dari aspek kondisi reaksi, yaitu tanpa pemanasan atau pendinginan yang ekstrim dan kup hanya menggunakan air-es.
Berdasarkan hasil pengolahan data total ionic chromatogram , TIC , dapat diketahui bahwa persentase konversi (rendemen) dalam proses sintesis feromon ini relatif tinggi, yaitu berturut-turut untuk 4-metil-5-nonanol (51,28 %) dan 3 metil-4oktanol (85,90%). Pola spektra massa hasil karakterisasi senyawa 4-metil-5-nonanol tak diketahui adanya ion M+ tetapi diawali dengan pelepasan molekul H2 dan menghasilkan ion fragmen m/e 156. Berikutnya ion fragmen ini secara berurutan  melepaskan gugus -:CH2 , -CH3• atau -:CH•, sehingga diperoleh berturut-turut ion fragmen  m/e 142, m/e 127, m/e 113, m/e 100, m/e 85, m/e 71 dan m/e 57 sebagai puncak dasar.
Spektra massa 3-metil-4-oktanol dijumpai adanya ion dengan  m/e 144 sangat lemah. Munculnya ion M+  dengan intensitas lemah jugasebagai karakter bentuk lain ion molekul darialkohol sekunder [7]. Fragmentasi berikutnyaberturut-turut melalui pelepasan molekul H,  gugus-gugus -CH3•, -:CH• dan :CH2,  sehingga diperolehion-ion fragmen m/e 142, m/e 127, m/e 114 dan m/e 100. Ion paling akhir mengalami penataan ulang,kemudian melepaskan gugus -CH3•,yang diikutilepasnya molekul C2H4, sehingga terbentuk ion fragmen m/e 85 dan m/e 57 (puncak dasar).





.


1 komentar:

  1. bisa cantumkan sumber pendahuluan dari kumbang dan feromonnya?

    BalasHapus